Oleh: Andryanto S
Ekonom Faisal Basri menuding para pemburu rente meraup triliunan rupiah dari praktik impor gula sepanjang 2017-2018. Perhitungan itu didasarkan dari besarnya selisih antara harga rata-rata gula di dunia dengan harga ritel gula di Indonesia.
Indonesiainside.id, Jakarta – Faisal menjelaskan pada periode Januari 2017 hingga November 2018, harga eceran gula di Indonesia lebih mahal dari harga gula dunia. Itu berarti, jika impor gula dilakukan dan dijual di pasar domestik, selisihnya menghasilkan keuntungan yang luar biasa.
“Harga eceran gula di Indonesia 2,4 hingga 3,4 kali lebih mahal dari harga gula Dunia selama Januari 2017 sampai November 2018. Impor gula rafinasi membanjir. Pemburu rente meraup triliunan rupiah,” ujar Faisal dalam akun medsos twitter miliknya di Jakarta, kemarin.
Faisal juga mengungkap perbandingan harga gula dunia dan Indonesia berdasarkan data Bank Dunia dan BPS. Harga ritel di Indonesia untuk komoditas gula lebih tinggi dibanding harga rata-rata ritel secara global. Pada periode 2017-2018, harga rata-rata ritel gula dunia berkisar antara US$ 0,28 per kilogram – US$ 0,45 per kilogram, di bawah harga ritel di Indonesia yang berkisar US$ 0,85 per kilogram – US$ 1,1 per kilogram.
Pada awal 2017, saat harga ritel gula dunia hanya US$ 0,45 per kg, harga ritel gula di Indonesia sudah mencapai US$ 1,1 per kilogram. Seiring perlambatan ekonomi global, harga gula juga cenderung menurun.
Pada akhir 2018, harga rata-rata ritel gula dunia menurun menjadi US$ 0,28 per kg, sementara harga ritel gula di Indonesia US$ 0,85 per kg. Selisih antara harga gula dunia dan harga ritel gula di Indonesia disinyalir memicu praktik pemburuan rente melalui impor gula.
Sebagai perbandingan, selisih harga gula dunia dan harga ritel gula di Indonesia pada akhir 2018 mencapai US$ 0,57 per kg atau US$ 570 per ton. Jika dikalikan dengan impor gula Indonesia pada periode 2017-2018, yakni 4,45 juta ton, maka diperoleh angka US$ 2,53 miliar atau Rp 35,5 triliun.
Faisal Basri memang mengungkap data mencengangkan bahwa Indonesia menjadi importer gula terbesar di dunia pada periode 2017-2018.“Menjelang pemilu, tiba-tiba Indonesia menjadi pengimpor gula terbesar di dunia. Praktek rente gila-gilaan seperti ini berkontribusi memperburuk defisit perdagangan,” ujar Faisal di akun medsos twitter miliknya, Rabu (9/1).
Faisal yang juga Dosen Ekonomi Universitas Indonesia itu mengutip data Statista—lembaga penelitian global bahwa pada periode 2017-2018 Indonesia mengimpor 4,45 juta ton, tertinggi secara global. Impor gula Indonesia melampaui China dengan jumlah 4,2 juta ton, Amerika Serikat 3,11 juta ton, Uni Emirat Arab 2,94 juta ton, Bangladesh 2,67 juta ton, Algeria 2,27 juta ton, Malaysia 2,02 juta ton, Nigeria 1,87 juta ton, Korea Selatan 1,73 juta ton, dan Arab Saudi 1,4 juta ton.
“Segala upaya telah dilakukan Pemerintah untuk menekan defisit perdagangan, kecuali memerangi praktek pemburuan rente dan memecat Menteri Perdagangan,” kata Faisal. (*/Dry)