Oleh: Andryanto S |
Saat ini Lion Air mengoperasikan 10 (sepuluh) unit pesawat Boeing 737 MAX 8.
Indonesiainside.id, Jakarta – Maskapai Lion Air menyatakan akan menghentikan sementara pengoperasian (temporary grounded) 10 pesawat Boeing 737 MAX 8 yang dikuasai saat ini sampai dengan waktu yang ditentukan kemudian. Hal itu dilakukan menyusul adanya surat edaran dari Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan tentang penghentian sementara pengoperasian (temporary grounded) pesawat Boeing 737 MAX 8.
“Upaya tersebut dilakukan dalam rangka memastikan keselamatan dan keamanan penerbangan. Lion Air melaksanakan standar operasional prosedur pengoperasian pesawat udara sesuai dengan aturan dan petunjuk dari pabrik pembuat pesawat, termasuk pemeliharaan pesawat, pengecekan komponen pesawat, pelatihan awak pesawat,” kata Corporate Communications Strategic of Lion Air, Danang Mandala Prihantoro dalam keterangan tertulis di Jakarta, kemarin malam.
Menurut dia, Lion Air akan selalu melaksanakan budaya keselamatan (safety culture) dalam setiap operasional penerbangan. Lion Air akan meminimalisir dampak dari keputusan ini agar operasional penerbangan dapat berjalan dengan baik dan tidak terganggu.
Saat ini Lion Air mengoperasikan 10 (sepuluh) unit pesawat Boeing 737 MAX 8. Dalam pengoperasian pesawat Boeing 737 MAX 8, Lion Air menjalankan dengan mengutamakan prinsip keselamatan dan keamanan penerbangan (safety first), dimana seluruh pelatihan awak pesawat yang diwajibkan serta perawatan pesawat yang sudah ditetapkan dilaksanakan secara konsisten.
Lion Air terus berkomunikasi dengan DKUPPU (Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara) dalam kaitan menyampaikan informasi serta data-data pengoperasian pesawat Boeing 737 MAX 8.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia mengeluarkan larangan terbang sementara pesawat Boeing 737-8 MAX, dan mengambil langkah inspeksi, menyikapi jatuhnya Pesawat Ethiopian Airlines berjenis Boeing 737-8 MAX pada Ahad (10/3).
Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Polana B. Pramesti, mengatakan bahwa kebijakan tersebut diambil untuk menjamin keselamatan penerbangan di Indonesia. “Salah satu langkah yang akan dilakukan oleh Ditjen Hubud adalah melakukan inspeksi dengan cara larang terbang sementara (temporary grounded), untuk memastikan kondisi pesawat jenis tersebut laik terbang (airworthy) dan langkah tersebut telah disetujui oleh Menteri Perhubungan” kata Polana di Jakarta, Senin (11/3) dalam siaran persnya.
Inspeksi akan dimulai secepatnya mulai Selasa, 12 Maret 2019. Apabila ditemukan masalah pada saat inspeksi, maka pesawat tersebut akan dilarang terbang sementara sampai dinyatakan selesai oleh inspektur penerbangan.
Sejauh ini, kata Polana, pengawasan untuk pengoperasian pesawat Boeing 737-8 MAX sudah dilakukan sejak 30 Oktober 2018 lalu pasca kecelakaan JT610, jika terjadi masalah atau temuan hasil inspeksi, pesawat langsung dilarang terbang (grounded) di tempat.
Sementara, Ditjen Hubud terus berkomunikasi dengan Federal Aviation Administration (FAA), untuk memberikan jaminan bahwa seluruh pesawat Boeing 737 – 8 MAX yang beroperasi di Indonesia laik terbang.
FAA juga telah menerbitkan Airworthiness Directive yang telah diadopsi oleh Ditjen Hubud dan telah diberlakukan kepada seluruh operator penerbangan Indonesia yang mengoperasikan Boeing 737-8 MAX.
Saat ini, maskapai yang mengoperasikan pesawat jenis tersebut adalah PT Garuda Indonesia sebanyak 1 unit dan PT Lion Air sebanyak 10 unit.
“FAA menyampaikan akan terus berkomunikasi dengan Ditjen Hubud sekiranya diperlukan langkah lanjutan guna memastikan kondisi airworthy (laik terbang) untuk Boeing 737-8 MAX,” kata Polana.
Sementara itu, pengamat penerbangan Arista Atmadjati menyoroti adanya kesamaan dugaan penyebab kecelakaan Ethiophian Airlines ET 302 pada Minggu (10/3) dan Lion Air JT 610 pada 19 Oktober 2018. Kedua kecelakaan itu menggunakan jenis pesawat yang sama Boeing 737 Max 8.
“Kejadiannya hampir sama, pesawat baru dipakai empat bulan oleh Ethiophian Airlines dan Lion Air setelah dua bulan. Dugaan penyebabnya pun sama karena masalah teknis dari Sistem Augmentasi Karakteristik Manuver (MCAS),” kata Arista di Jakarta, Senin (11/3).
Lebih lanjut Arista menjelaskan MCAS ini merupakan sistem yang di dalamnya terdapat “angle of attack” atau pengaturan agar pesawat terhindar dari kehilangan daya angkat atau “stall”.
Arista mengatakan seharusnya Boeing melakukan penarikan (recall) seluruh unit Boeing 737 Max 8 untuk dicek kembali, terutama masalah teknisnya serta bila perlu penggantian suku cadang.(*/Dry)