Oleh: Andryanto S
Indonesiainside.id, Jakarta — Neraca perdagangan April 2019 tercatat defisit US$ 2,5 miliar. Angka tersebut merupakan rekor terburuk sepanjang sejarah di Indonesia.
Pascamerdeka atau lebih tepatnya sejak tahun 1960 saat negeri ini mulai membangun, menurut data Trading Economics, Indonesia belum pernah mencapai defisit neraca perdagangan setinggi itu. Defisit neraca dagang April 2019 juga melampaui rekor sebelumnya yang dicetak pada Juli 2013 dengan defisit US$ 2,33 miliar dolar AS.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menyebut berdasarkan data yang dia bawa sejak 2008, defisit April 2019 merupakan yang tertinggi. Dia mengaku tidak membawa data sejak 1960. “Saya tidak bawa datanya. Tadi saya bilang data yang saya bawa ini sampai 2008. Sejak kapan (tertinggi)? Sejak saya belum lahir,” kata Suhariyanto saat jumpa pers di Jakarta, Rabu (15/5).
Menurut dia, defisit neraca dagang pada April 2019 disumbang oleh defisit migas US$ 1,49 miliar. Neraca nonmigas yang biasanya surplus, juga tercatat defisit US$ 1 miliar. “Kita berharap ke depan, neraca perdagangan membaik,” ujarnya.
Pada Januari 2019, neraca dagang sempat defisit US$ 1,06 miliar meski kembali surplus dalam dua berikutnya masing-masing US$ 330 juta (Februari) dan US$ 670 juta (Maret). Dengan defisit terburuk yang terjadi bulan lalu, secara akumulatif neraca perdagangan Indonesia mencatat defisit US$ 2,56 miliar.
Dengan defisit neraca dagang yang begitu lebar, maka defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) akan menjadi sangat sulit untuk diredam. Sebagai informasi, CAD pada kuartal-I 2019 adalah senilai US$ 7 atau setara dengan 2,6% dari PDB, sudah jauh lebih lebar dari defisit periode yang sama tahun lalu (kuartal-I 2018) yang hanya senilai US$ 5,19 miliar atau 2,01% dari PDB.
Buruknya kinerja neraca dagang Indonesia akan memicu koreksi nilai tukar rupiah yang terus melemah sepanjang dua pekan terakhir.(*/Dry)