Oleh: Suandri Ansah
Indonesiainside.id, Jakarta — Rencana pemerintah memberikan insentif fiskal industri penerbangan dengan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dinilai tak efektif. Sedianya, pembebasan PPN diberikan untuk biaya avtur, impor suku cadang pesawat dan jasa perawatan demi mewujudkan tiket domestik murah.
Pengamat industri penerbangan, Ziva Narendra mengatakan, pembebasan PPN tidak hanya tak efektif, tapi juga efeknya pun kecil. Menurutnya, penghapusan PPN justru akan menjadi beban bagi sektor lain penopang industri penerbangan.
“Misalnya mau memberikan insentif coba dilihat dari pajak pajak yang lainnya, bukan PPN nya tapi pajak barang mewah. Misalnya kemudian pajak impor, insentif dari harga barangnya atau harga komoditi yang dimaksudnya,” ujar Ziva kepada Indonesiainside.id, di Jakarta lewat sambungan telepon.
Dia mengungkapkan, daripada menghapus PPN, pemerintah bisa memberikan subsidi sekian persen untuk operasional, subsidi biaya avtur misalnya. “Karena kalau dihilangkan pasti kan bebannya jadi ada di Pertamina, tapi bagaimana kalu misalnya sekian persen itu ditanggung atau disubsidi,” imbuhnya.
Soal PPN avtur, sebelumnya muncul wacana dari pemerintah untuk mempertimbangkan PPN yang digunakan untuk penerbangan domestik. PPN avtur dianggap perlu dihapus karena dianggap berdampak pada biaya operasional maskapai yang menyebabkan tiket pesawat mahal.
Kabar terbaru, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menghentikan kajian pembebasan PPN avtur yang digunakan untuk penerbangan domestik. Berdasar kajian oleh kementerian, pembebasan PPN avtur tak sejalan dengan skema biaya oprasional yang dijalankan industri penerbangan global.
Mengutip CNN Indonesia, Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Rofyanto Kurniawan mengaku pembahasan kebijakan bebas PPN bagi avtur sempat dilakukan dalam waktu yang lama. Kemenkeu membandingkan rencana kebijakan tersebut dengan negara-negara Asia Tenggara lain seperti Malaysia, Filipina, dan Thailand.
Hasilnya, negara-negara tersebut ternyata masih membebankan PPN avtur untuk penerbangan domestik. Bahkan, PPN avtur domestik sebesar 10 persen dianggap masih lebih murah dibanding Thailand, meski ia sendiri tak menyebut besaran PPN avtur di Negeri Gajah Putih itu.
“Negara lain melakukan ini (PPN avtur), maskapainya masih bisa berkompetisi kok. PPN avtur 10 persen ini sudah cukup comparable dengan Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Thailand,” jelas Rofyanto, Jumat (12/7).
Meski tidak melanjutkan kajian penghapusan PPN avtur, Kemenkeu mengatakan insentif lain bagi maskapai akan meluncur dalam waktu dekat. Insentif tersebut adalah pembebasan PPN bagi jasa sewa pesawat terbang impor (leasing) yang sebelumnya bertarif 10 persen. (*/Dry)