Oleh: Suandri Ansah
Indonesiainside.id, Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua tak ikut dalam rilis data inflasi bulan Agustus 2019 pada hari ini, Senin (2/9). Biasanya, BPS perwakilan provinsi ikut dalam agenda paparan data BPS lewat sambungan telekonferensi.
“BPS Papua tidak melakukan rilis, karena saya bilang ke teman-teman di sana tetap waspada,” ujar Kepala BPS Pusat, Suhariyanto saat konferensi pers di kantor BPS, Jakarta Pusat.
Dia mengungkapkan, kantor BPS Provinsi Papua juga mengalami kerusakan akibat kerusuhan. Meski demikian, kerusakan yang diderita tidak separah dengan kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua yang jejer di sampingnya.
“Alhamdulilah kantor BPS oke, tapi sebelahnya kantor KPU habis,gedung BPS memang jejer dengan KPU. Dan kerusakannya beberapa kaca pecah dan ada mobil yang rusak,” imbuhnya.
Kecuk, sapaan Suhariyanto, belum bisa memaparkan kondisi ekonomi di Papua akibat kerusuhan saat ini. Namun, pada tirwulan kedua 2019, Papua tercatat mengalami pertumbuhan negatif 23%.
“Karena disebabkan penurunan sektor pertambangan,” kata Kecuk. Pertumbuhan ekonomi Papua triwulan II merupakan yang paling rendah di antara 34 provinsi di Indonesia.
Sementara, Papua Barat juga mencatat pertumbuhan negatif sebesar 0,5% pada kuartal II 2019. Namun, angka pertumbuhan ini lebih baik dibandingkan kuartal sebelumnya yang minus 12,83%.
Meski tak ikut rilis, BPS tetap mencatat angka inflasi Papua pada Agustus 2019. Suhariyanto memaparkan, angka inflasi Papua dicatat dari dua kota yakni Jayapura dan Merauke.
Pada Jayapura mengalami deflasi 0,14% karena penurunan harga bahan makanan. “Penurunan terjadi karena tarif angkutan udara,” kata Suhariyanto.
Sementara di wilayah Merauke juga mengalami deflasi sebesar 0,18%. Kecuk memaparkan, deflasi disebabkan karena penurunan bahan makanan dan makanan jadi. (*/Dry)