Indonesiainside.id, Jakarta – Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) berharap pemerintahan Joko Widodo dan KH Ma’ruf Amin bisa menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh petani sawit di Indonesia. Pertama, produktivitas petani masalahnya sekarang itu tidak ada pendampingan pemerintah kepada petani.
Selain itu, ketersedian pupuk di beberapa daerah masih langkah kadang petani sawit tidak mendapatkan pupuk kalaupun ada itu sangat mahal. “Sehingga ini perlu diatasi oleh pemerintah,” kata Sabarudin, Manager Anggota dan Organisasi SPKS di Jakarta, Kamis (31/10).
Kedua, program B20 saat ini belum memberikan dampak yang secara nyata kepada petani sawit di lapangan. “Anggota kami meskipun itu bersebelahan kebunya dengan perusahaan memproduksi B20 tetapi masih belum mendapatkan akses penjualan secara langsung, padahal perusahaan ini menapatkan dana sangat besar dari BPDP-Sawit. Seharunya mereka bisa memberdayakan petani di sekitarnya seperti membeli buah secara langsung dari petani serta membuat program kebutuhan petani sawit seperti pelatihan petani dll,” ungkap Sabarudin.
Ketiga, harga tandan buah sawit (TBS) petani sawit yang belakangan sangat rendah di semua daerah sawit Indonesia. “Belum ada upaya nyata yang dikakukan oleh pemerintah sehingga penting sekali pemerintah fokus untuk mengurusi ini,” tandasnya.
Menurutnya, banyak faktor yang rendahnya harga TBS petani mulai dari ada beberapa perusahan yang belum mebeli TBS petani secara langsung di karenakan petani belum memilki kelembagaan/bermitra dengan petani. Selain itu, katanya, ada beberapa perusahan yang membeli harga TBS petani dibawah harga yang di keluarkan pemerintah. Harusnya kan pemerintah terutama daerah agar mendapingi petani membentuk kelembagan agar bisa bermitra dengan petani selain itu pemerintah harusnya berani memberikan sangsi kepada perusahaan yang membeli TBS petani di bawah ketetapan pemnerintah.
Keempat, masalah legalitas petani sawit yang harus segera di selesaikan karena dimana banyak petani belum memilki legalitas lahan baik SHM maupun SKT. “Apalagi sudarat tanda daftar budidaya (STDB), karena kalau legalitas tidak ada maka untuk capai ISPO itu susah sekali. Tambah,” pungkas Sabarudin. (*/Dry)