Indonesiainside.id, Jakarta – Meningkatnya produksi film nasional serta jumlah penonton film nasional masih belum sebanding dengan jumlah layar bioskop yang ada di Indonesia. Ketimpangan jumlah layar bioskop antara Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa juga masih terjadi. Maka dari itu, LIPI berkesimpulan jika penambahan layar bioskop dapat dilakukan dengan memberikan kebijakan insentif fiskal.
Hal tersebut, berdasarkan hasil temuan LIPI yang dilaksanakan pada tahun 2018. Penelitian dilakukan dengan melakukan observasi lapangan di beberapa daerah di Indonesia yang meliputi wilayah: DKI Jakarta, DIY, Jabar (Kota Bandung, Kota Bekasi, Kab. Garut, dan Kota Depok), Sulsel (Kota Makassar), Jateng (Tegal), Bali, Maluku Utara (Ternate).
Dari hasil penelitian tersebut, ditemukan tidak adanya pemerataan tarif pajak bioskop. Tarif pajak terendah, yakni sebesar 7.5% hingga yang paling tinggi sebesar 35%.Pihri Buhaerah, Peneliti P2E LIPI mengatakan,
Peneliti P2E LIPI, Pihri Buhaerah mengatakan hasil perhitungan menunjukkan bahwa tarif pajak tontonan yang ideal di daerah adalah dalam rentang 1 hingga 15 persen. “Meskipun sudah banyak daerah yang menetapkan tarif pajak di bawah 15 persen, namun jika tarif maksimal pajak tontonan dalam UU tidak diturunkan, kondisi ini dapat memberikan kesempatan pemerintah daerah untuk kembali menaikkan pajak tontonan ke tarif yang tinggi,” jelasnya dalam acara diskusi publik di Jakarta, Rabu (27/11).
Oleh sebab itu, Pihri menjelaskan bahwa diperlukan penurunan tarif pajak tontonan, ke level yang lebih rendah, yakni pada rentang 0-15 persen. Hal tersebut dimaksudkan untuk mendorong inklusifitas pajak tontonan dan mengurangi dampak penurunan penerimaan daerah dari pajak hiburan.
Berdasarkan hal tersebut, LIPI merasa perlu mengakomodasi kebijakan afirmatif yang harus diberlakukan oleh dirjen pajak, diantaranya:
1. Tarif pajak tontonan yang lebih rendah bagi film nasional;
2. Tarif pajak tontonan yang lebih rendah bagi bioskop yang berstatus sebagai bioskop perintis di wilayah kabupaten/kota;
3. Tarif pajak yang lebih rendah bagi bioskop yang menyediakan jam tayang khusus bagi film nasional dan menampilkan iklan film pendek daerah.
4. Tarif pajak khusus bagi bioskop independen yang menawarkan harga tiket lebih rendah, memutar 100 persen film nasional, dan membuka stand khusus bagi UMKM; dan
5. Tambahan potongan tarif pajak tontonan film (additional tax rebate) bagi film yang dibuat di daerah, mempromosikan daerah dan mengangkat kearifan lokal, melibatkan banyak tenaga kerja lokal, dan belanja operasional yang cukup tinggi di daerah.
(PS)