Indonesiainside.id, Jakarta – Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) melihat Indonesia masih menghadapi masalah ketenagakerjaan yang mendasar, yakni penciptaan lapangan kerja. Meski tingkat pengangguran terbuka menurun menjadi 5 persen, namun pekerja tidak penuh masih signifikan.
Dari penelaahan terhadap 20 daerah aglomerasi di seluruh Indonesia Jabodetabek hingga Mamminasata (Makassar, Takalar, Gowa, Maros), IDEAS menemukan permasalahan ketenagakerjaan justru lebih serius terjadi di perkotaan. Khususnya daerah metropolitan.
“Jumlah pengangguran di 20 daerah aglomerasi mencapai 3,4 juta orang, lebih dari 44 persen angka nasional, dengan yang terbesar adalah pengangguran di Jabodetabek yang mencapai 1,3 juta orang,” ujar Peneliti IDEAS Askar Muhammad dalam paparan risetnya ‘Kerja Layak Metropolitan dan Balada Ojek Daring,’ kepada Indonesiainside.id, Rabu (18/3).
“Kantong pengangguran nasional terbesar terkonsentrasi di Jabodetabek yaitu berturut-turut Bogor, Tangerang, Bekasi dan Kota Bekasi,” imbuh dia.
Askar melanjutkan, di kota-kota besar terjadi fenomena terbaliknya Hukum Okun, yang menyebutkan bahwa seiring perekonomian tumbuh, tingkat pengangguran akan turun.
Namun, Di Jabodetabek, Bandung Raya, dan Gerbangkertosusila, justru yang terjadi sebaliknya. Dari riset yang dilakukan, terlihat bahwa seiring tumbuhnya perekonomian, justru tingkat pengangguran semakin menjadi-jadi.
“Pertumbuhan sektor formal yang cenderung melambat. Sepanjang 2015-2018, pertumbuhan sektor formal hanya tumbuh 0,91 persen,” ucapnya.
Merujuk Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa semakin banyak tenaga kerja di DKI Jakarta yang bekerja di sektor informal. Sektor Formal DKI Jakarta mengerut 3,41 persen sepanjang 2015-2018, berkebalikan dengan data nasional.
“Paling tidak, ini menunjukkan bahwa kemampuan sektor formal di kota-kota besar untuk menyerap tenaga kerja mengalami penurunan”, ungkap Askar. (MSH)