Indonesiainside.id, Jakarta – Penularan virus corona yang kian masif terjadi di Indonesia bukan hanya membawa dampak buruk bagi kesehatan masyarakat, tapi juga membuat bisnis para pelaku UMKM, pekerja harian informal merana karena penghasilan harian mereka menurun cukup dalam.
Para pekerja informal dan pelaku UMKM sebagian besar adalah orang yang menggantungkan kehidupannya dari pendapatan harian.
“Apabila tidak bekerja, tidak ada penghasilan yang bisa didapatkan untuk menyambung hidup,” ujar Latifah Indawati seorang penjual makanan di kantin SDN Kebayoran Lama Selatan 11, Jakarta Selatan, Selasa(23/4).
Dia terpaksa harus menutup usahanya dan tidak berjualan seiring dengan anjuran pemerintah agar para siswa sekolah melakukan proses belajar mengajar dari rumah. Sekolahpun tutup, begitupun dengan warung usahanya.
“Karena tidak berjualan, saya jadi tidak ada pemasukan,” ujar Latifah kepada Anadolu Agency, Selasa.
Sehari-hari pada saat berjualan, dia bisa mendapatkan penghasilan hingga Rp500 ribu dalam sehari, namun kini sama sekali tidak ada penghasilan yang bisa Latifah terima.
“Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, terpaksa saya harus memakai uang tabungan yang ada,” cerita Latifah.
Dia pun terpaksa harus menekan pengeluaran harian untuk menyeimbangkan kondisi keuangannya yang sekarang tidak ada penghasilan, namun beruntung, suami Latifah juga masih bekerja sehingga masih ada sumber pendapatan lain untuk menyambung hidup.
Kisah yang hampir serupa juga dialami oleh Herdina Rosidi (30 tahun), penjual bakso di kios samping Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta Barat.
Herdina sempat menutup usahanya selama empat hari, dan baru mulai berjualan kembali pada hari ini.
“Wabah korona ini sangat memengaruhi omset usaha para pedagang,” keluh dia.
Herdina mengutarakan bila dalam sehari dia bisa menjual 100 porsi bakso, kini dia hanya mampu menjual 30 hingga 40 porsi saja. Pendapatan harian juga turun drastis dari sekitar Rp2 juta per hari menjadi hanya Rp800 ribu per hari.
“Biasanya banyak pembeli yang datang, kalau sekarang kebanyakan pesanan datang lewat aplikasi ojek online. Kalaupun ada yang datang ke warung, tidak makan ditempat karena pesanannya dibungkus,” jelas Herdina.
Menutur dia, kondisi ini sangat memukulnya, terlebih lagi harga-harga bahan kebutuhan khususnya untuk produksi bakso juga mahal.
Herdian mengatakan walaupun tetap berdagang di tengah penyebaran virus korona, dia sudah menyiasati untuk melindungi diri dengan menggunakan masker saat berjualan, serta menyiapkan penyanitasi tangan agar kebersihan tangan tetap terjaga selama berjualan.
Begitu pula dengan kedai betawi Bang Beeng yang berada di kawasan Parung. Warung yang memiliki cukup banyak pelanggan itu mulai sepi karena para pelanggannya tidak keluar rumah. “Sekarang sepi, biasanya jam segini sudah tinggal sedikit,” kata penjaga warung kepada Anadolu, Senin siang.
Sementara itu, Mahmud (35 tahun), seorang pengemudi ojek online juga mengakui bahwa saat ini pesanan penumpang ojek online sangat sepi, karena mayoritas pekerja dan juga pelajar di Jakarta saat ini sudah bekerja dan belajar dari rumah.
Karena itu, dia mengandalkan pesanan makanan secara online saja untuk bisa tetap mendapatkan penghasilan.
“Sebenarnya kita takut sama wabah korona, cuma mau bagaimana lagi. Buruh kayak kita disuruh diam di rumah, sedangkan sehari-hari saja keluarga harus makan,” ujar Mahmud mencurahkan keluhnya.
Feri Nurhadi, juga seorang pengemudi ojek online Gojek, mengatakan penghasilannya menurun sekitar 30 persen sejak sekolah diliburkan dan kantor-kantor melakukan kerja dari rumah.
Sejak pagi hingga Senin malam kemarin, dia hanya mendapatkan penghasilan sekitar 50.000. Dia terpaksa tetap bekerja, meski ada risiko terkena virus korona. “Saya pilih lokasi, saya jauhi daerah yang banyak korban dan pasiennya,” katanya. (EP/aa)