Indonesiainside.id, Jakarta – Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan, depresiasi nilai tukar rupiah salah satunya dipengaruhi oleh pandemi virus corona (covid-19) di Tanah Air. Untuk menjaga agar nilai tukar Rupiah tidak semakin terpuruk, pemerintah perlu meningkatkan berbagai upaya dalam menangani kasus covid-19 utamanya kesiapan tenaga medis.
Pingkan menambahkan, pemerintah harus bisa memastikan para tenaga medis di semua rumah sakit biasa atau rujukan covid-19, didukung oleh peralatan dan kelengkapan yang memadai. Langkah pemerintah untuk memberikan insentif bagi petugas yang menangani covid-19 di daerah tanggap darurat juga perlu diapresiasi, karena dapat memberikan sentimen positif kepada masyarakat dan pasar.
Perlindungan terhadap tenaga medis, kata dia, juga tidak kalah penting karena mereka berhubungan langsung dengan pasien. Perlindungan yang memadai adalah tanggung jawab pemerintah.
“Di sisi lain hal ini akan membuat masyarakat dan pasar lebih optimistis dalam menyikapi perkembangan penanganan covid-19 di Indonesia di tengah peningkatan kasus yang terjadi saat ini.” jelas Pingkan, Selasa (24/3).
Faktor lain yang memengaruhi pelemahan nilai tukar rupiah adalah aksi para investor dan pelaku pasar untuk menjual asetnya, sepeti saham, obligasi dan emas ke dalam bentuk kurs dolar. Tidak hanya Indonesia, lanjutnya, beberapa mata uang negara lain seperti China, Singapura, Malaysia, Korea, India dan Jepang juga mengalami depresiasi terhadap Dolar Amerika Serikat dengan pergerakan yang bervariasi.
Terkait pertumbuhan ekonomi, Pingkan melihat masih ada harapan untuk melihat ekonomi tetap tumbuh di masa sulit seperti ini. Ia memandang pergerakan Rupiah masih sangat dinamis.
Menurut dia, langkah pemerintah melalui pemberian paket stimulus jilid III dan juga Rapat Dewan Gubernur BI yang memutuskan penurunan kembali suku bunga acuan ke level 4,50% sangat positif. BI juga menyebut pihaknya sudah menyediakan mata uang dolar secara tunai.
Dia juga meminta pemerintah untuk tetap responsif terhadap dinamika perekonomian global. Hal ini penting untuk dilakukan sebagai langkah dalam meminimalisir dampak dari resesi. (MSH)