Indonesiainside.id, Jakarta – Anggota DPR Komisi VI, Mulyanto, menilai RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) alias RUU Cilaka sangat longgar terhadap kepentingan asing. Sebaliknya, RUU itu menurutnya malah mempersulit kepentingan lokal.
Karenanya, dia menyebut RUU itu proasing. Mulyanto mengatakan, sesuai dengan namanya, RUU setebal lebih dari 1.000 itu seharusnya bersahabat dengan tenaga kerja lokal. Namun nyatanya RUU Ciptaker malah memangkas hak dan mempersulit pengembangan pekerja lokal.
“Ini kan aneh. Secara verbal semangat RUU ini adalah untuk membuka lapangan kerja seluas-luasnya untuk angkatan kerja lokal, tapi di sana sini banyak pasal yang justru membuka keran bagi masuknya TKA (tenaga kerja asing),” kata Mulyanto, Jumat (8/5).
Dia menyebutkan, salah satu masalah pokok yang cukup mengganjal dalam RUU Ciptaker adalah soal kelonggaran bagi tenaga kerja asing (TKA), pengusaha, dan investor asing yang berlebihan. Itu sangat melukai rasa keadilan dan mengancam kedaulatan ekonomi nasional. Dia menyoroti beberapa pasal yang merugikan dan mempersempit penyerapan tenaga kerja lokal.
Salah satunya adalah melalui penghapusan Pasal 33 dalam UU Nomor 2/2017 yang mengatur kewajiban perusahaan jasa konstruksi untuk memperkerjakan lebih banyak tenaga kerja lokal daripada TKA. Di bidang hortikultura, RUU Ciptaker ini membuka peluang bagi pelaku usaha untuk memanfaatkan TKA, namun syarat yang harus dipenuhi oleh TKA tersebut tidak ditentukan.
“Di sisi lain, ketentuan bagi pekerja asing justru dipermudah seperti perusahaan diperbolehkan menggunakan tenaga kerja asing untuk pekerjaan yang tidak perlu keahlian khusus atau unskill workers,” ujarnya.
Ia mencatat, ada beberapa ketentuan RUU Ciptaker yang sangat aneh. Di antaranya, dihapusnya syarat izin menggunakan tenaga kerja asing (IMTA); diperluasnya ruang lingkup pekerjaan tertentu yang tidak memerlukan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA), dan; tidak diperlukannya standar kompetensi TKA.
Ketentuan aneh lainnya dalam RUU itu adalah dihapuskan kewajiban pengadaan tenaga pendamping bagi TKA dengan jabatan tertentu; dihapusnya larangan bagi TKA untuk menjadi pengurus di lembaga penyiaran swasta, serta; dihapusnya syarat rekomendasi dari organisasi pekerja profesional bagi TKA ahli di bidang pariwisata.
“Jadi wajar saja kalau para buruh kita murka dan mengancam demo meski di tengah pandemi corona,” tutur anggota legislatif Fraksi PKS Daerah Pemilihan Banten 3 itu.
Ia menilai kemudahan bagi investor asing yang diatur RUU Ciptaker sebagai langkah mundur dalam perbaikan sistem investasi Indonesia. Menurut dia, beberapa ketentuan investasi dalam RUU Ciptaker ini sangat longgar untuk kepentingan investor asing.
Beberapa ketentuan yang dianggap melemahkan antara lain ingin diubahnya batas maksimal ketentuan modal asing pada beberapa bidang usaha strategis. Padahal, kewajiban divestasi modal asing minimal 51 persen sudah sangat sesuai dengan prinsip kedaulatan ekonomi nasional.
“Dalam praktik hari ini, kita telah berhasil membujuk perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia untuk mendivestasikan 51 persen dari saham mereka menjadi saham nasional. Beberapa perusahaan tambang sudah melakukan itu, ini tentu merupakan kemajuan, yang berarti,” ujar dia. (AIJ)