Indonesiainside.id, Jakarta – Ketua Baitul Mal Nusantara, Zaim Saidi, menilai masih banyak masyarakat saat ini yang belum paham bagaimana proses uang fiat (biasanya uang kertas dan koin logam) muncul dalam Masyarakat. Masyarakat hanya tahu bahwa uang dicetak oleh Bank Sentral. Tapi bagaimana prosesnya?
“Bank sentral hanya mencetak uang ketika ada yang utang. Pemerintah berutang dengan mengeluarkan Surat Utang Negara(SUN),” kata Zaim Saidi melaui laman resminya, Senin (11/5).
Kemudian, bank sentral akan mengenakan bunga, misalnya Bank Indonesia (BI) pada 2018 mengenakan sekitar 5%, kepada pemegang pertamanya, yakni bank komersial atau pemerintah. Kemudian bank akan akan mengenakan bunga kepada masyarakat, di Indonesia sekitar 12-15%.
“Jadi, janji utang ini mengandung bunga sekitar 20an%! Jadi, tak ada cadangan apa pun. Yang ada adalah utang!,” ucap dia.
Semula, nota utang itu dijanjikan dapat ditebus, umumnya dalam bentuk emas. Ketika rupiah pertama kali diterbitkan, dalam UU No.9/1946 menjamin bahwa setiap Rp10 = 5 gr emas. Artinya, setiap 1 rupiah = 0.5 gr emas.
“Sampai detik ini status hukum uang fiat yang beredar adalah Nota Utang, Promissory Note, tapi tidak akan pernah dibayarkan. Janji uangnya bodong. Yang ada nilai mata uang fiatnya semakin hari semakin merosot. Dan, juga tidak diketahui bahwa bank sentral dikuasai oleh perusahaan swasta,” ucap Zaim Saidi.
Dia berharap para tokoh agama memahami cara cara kerja sistem riba ith. Dengan demikian mereka bisa benar dan lurus dalam menghukumi uang kertas. Uang fiat merupakan benda asing dalam syariat Islam.
“Syariat Islam hanya mengenal uang terbuat dari komoditi bernilai dan dimiliki. Bukan nota utang,” ucap dia. (MSH)