Indonesiainside.id, Jakarta – Pemerintah berencana untuk membuka lahan persawahan baru untuk mengantisipasi terjadinya krisis pangan akibat pandemi Covid-19 seperti yang disampaikan Food and Agriculture Organization (FAO). Pemerintah akan melakukan case study di wilayah yang sudah ditentukan dalam waktu 3 (tiga) minggu ke depan.
Adapun luas lahan sawah yang berpotensi dikembangkan kira-kira lebih dari 255.000 hektare (ha), yang berada di Kalimantan Tengah.
“Namun, fokus dalam 3 minggu ke depan adalah lahan sebesar 164.598 ha, yang mana dari jumlah tersebut sudah punya jaringan irigasi adalah sebesar 85.456 ha.ada sekitar 57.195 ha yang sudah dilakukan penanaman padi selama ini oleh keluarga transmigran di sana, dan juga ada potensi ekstensifikasi sebesar 79.142 ha,”ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, seusai Ratas virtual dengan presiden, Rabu (13/5).
Menurut Airlangga, kajian yang akan dilakukan pada lahan tersebut adalah Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), kemudian akan dilaksanakan juga review Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan tanah (IP4T), serta kajian ketersediaan tenaga kerja di lokasi tersebut.
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL), menambahkan bahwa pihaknya sudah siap untuk menjalankan proses kajian selama 3 minggu ke depan itu. Setelah dikaji, Kementerian Pertanian (Kementan) pun sudah siap menangani pengembangan lahan tersebut, khususnya lahan rawan gambut seluas 164 ribu ha.
“Dalam tahap pertama di 2020, kami akan berkonsentrasi pada (lahan seluas) 164 ribu ha dulu, karena penanganan di lahan rawa itu dibutuhkan extra power. Ini tidak seperti lahan sawah di Jawa atau dataran rendah/gunung, dia membutuhkan perhatian khusus. Hal ini dilakukan sambil menunggu pematangan lahan yang sebesar 250-300 ribu ha yang masih berpotensi untuk dikembangkan,” ujar SYL, di kesempatan yang sama
Menurut SYL, dalam pengembangan lahan tersebut, harus diperhatikan juga masalah kepemilikan lahan dan ketersediaan sumber daya manusianya, yaitu para petani yang akan mengolahnya. Menurut dia, untuk lahan seluas 1 (satu) ha dibutuhkan minimal 2-3 petani, sehingga untuk lahan seluas 100 ribu ha, harus ada sekitar 300 ribu petani yang dimukimkan di sana.
“Belajar dari kegagalan yang lalu adalah kita kekurangan petani di situ, sehingga setelah selesai serbuan tanah, satu musim ditinggalkan oleh petaninya, jadi lahan itu tertinggal lagi. Maka itu, kami berharap di bawah koordinasi Kemenko Perekonomian, kita akan mempersiapkan dengan lebih matang, dan juga akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah, khususnya Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi,” tambah SYL. (SD)