Indonesiainside.id, Jakarta – Pemerintah telah menerapkan kembali pemungutan ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya per 1 Januari 2020. Adapun tarifnya tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 23 tahun 2019.
Secara rinci dalam peraturan itu, apabila harga CPO di atas US$ 619 per ton maka dikenakan pungutan ekspor (levy) sebesar US$ 50 per ton. Namun, jika harga di bawah US$ 619 dan di atas US$ 570 per ton, pungutan ekspor yang dikenakan hanya separuhnya atau US$ 25 per ton.
Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio N. Kacaribu, dengan menaikkan tarif pungutan ekspor maka industrinya sendiri punya kontribusi untuk negara lebih besar. Dia mengatakan, dengan langkah ini maka ada sharing beban antara pemerintah dengan dunia usaha.
“Kenapa nggak sektor usahanya kontribusi. Nah itu contohnya seperti kenaikan levy. Kalau selama ini US$ 50 per ton, apakah mungkin dinaikkan. Jadi ada burden sharing di sana,” ujar Febrio, di media briefieng virtual, Rabu (13/5).
“Ini juga nanti harus diumumkan secara resmi (pungutan ekspor CPO). HIP (Harga Indeks Pasaran) BBM Diesel jauh di atas BBM solar. Dengan mekanisme Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), yang merupakan dana pungutan, saat ini posisi keuangannya tidak cukup untuk mengcover hingga satu tahun,” imbuh Febrio.
Febrio mengatakan, Industri CPO strategis. Bahkan sekarang masuk dalam konteks energi berkelanjutan. Program B30 ini akan terus dijamin keberlanjutannya.
“Menyangkut jutaan tenaga kerja, supply chain yang besar dan revenue yang besar. Pemerintah akan serius menjaga progran ini berkelanjutan,” kata Febrio.
Menurut Febrio, saat ini sudah ada produk turunan CPO yang lebih besar nilainya yaitu fame, IHP (indeks harga produsen) fame sangat mahal. Ketika IHP solar turun, fame tidak turun. Ini bisa jadi pendorong perekonomian ke depan.
“Saat ini yang memproduksi fame itu ada puluhan perusahaan, nanti kita bicarakan apakah mereka akan melanjutkan ke B40 dan seterusnya. Fame itu yang produksi cuma Indonesia dengan Malaysia, sehingga kita merupakan market leader,” kata Febrio.(PS)