Indonesiainside.id, Jakarta – Direktur Utama BPJS Kesehatan, membela Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal dugaan melawan keputusan Mahkamah Agung (MA). Menurutnya, Peraturan Presiden (Perpres) No 64/2020 yang berisi soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan melawan hukum adalah tidak benar.
“Isu yang kemarin saya lihat di media. Pak Jokowi melawan dan tidak menghormati putusan MA. Enggak itu,” kata Fachmi saat media briefing, Kamis (14/5).
“Jadi kalau kita melihat memang opsinya dari putusan MA itu, ada tiga. Tiga itu adalah yang pertama mencabut, opsi kedua mengubah, atau ketiga melaksanakan,” ungkapnya.
Oleh karena itu, dia mengatakan keputusan pemerintah soal penyesuaian iuran JKN masih dalam koridor. Fachmi menjelaskan, apa yang dilakukan presiden adalah pilihan kedua, yaitu mengubah.
“Mengubah itu masih sangat menghormati kalau dibandingkan ke Perpres 75. Sebetulnya tidak betul kalau pemerintah tidak menghormati,” ujarnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi Kesehatan DPR, Netty Prasetiyani, mengkritik langkah Jokowi mengubah besaran iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi Covid-19. Kenaikan premi BPJS Kesehatan ditandai dengan terbitnya Perpres No 64/2020.
Seharusnya, kata dia, Jokowi melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan sebagian Perpres 75/2019 secara sungguh-sungguh. Mengingat, putusan tersebut bersifat mengikat.
“Jangan malah bermain-main dan mengakali serta mencederai hukum dg menerbitkan Perpres 64/2020 ini. Seharusnya pemerintah menjadi contoh Institusi yg baik dan taat hukum jangan malah sebaliknya,” kata Netty.
Berdasarkan Perpres tersebut, iuran peserta PBPU dan peserta BP kelas I sebesar Rp150.000. Kelas II sebesar Rp100.000, dan kelas III iuran sebesar Rp 42.000. Angka itu lebih rendah dari Perpres 75/2019 yang sebesar Rp160.000 kelas I, kelas II sebesar Rp110.000, dan Rp51.000 kelas II.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) membatalkan keputusan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, dalam putusan sidang permohonan uji materi Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam putusannya, MA mengabulkan sebagian permohonan uji materi Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang menetapkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Dikutip dari laman MA di Jakarta, Senin (9/3), uji materi yang diajukan Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir diputus hakim agung Yosran, Yodi Martono Wahyunadi dan Supandi. MA menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pasal tersebut mengatur iuran peserta bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja (BP) menjadi sebesar Rp42.000 per orang setiap bulan dengan manfaat pelayanan ruang perawatan kelas III. Sementara dendan membayar Rp110.000, peserta BPJS Kesehatan akan mendapatkan manfaat ruang perawatan kelas II. Sedangkan dengan membayarkan Rp160.000 akan mendapatkan manfaat ruang perawatan kelas I. Besaran iuran tersebut mulai berlaku pada 1 Januari 2020. (ASF)