Indonesiainside.id, Jakarta -Penyaluran bantuan sosial (Bansos) dianggp terlalu politis dan tak memadai. Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Anita Ashvini Wahid mengatakan apa yang disebut bantuan sosial itu adalah kewajiban negara dalam memenuhi hak rakyat selama masa karantina atau pembatasan sosial. Berbeda dengan kewajiban, bantuan sosial sejatinya hanya bersifat charity, tergantung dari kesiapan anggaran pemerintah.
“Sebenarnya kata bansos (bantuan sosial) membuat saya jengah, kok disebut bantuan sih?” ujar Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Anita Ashvini Wahid dalam diskusi ‘Mengawal Bansos dan Dana Covid-19: Partisipasi Masyarakat, Peran Media, dan Inisiatif Bersama’.
Awal bulan ini, pemerintah menganggarkan dana senilai Rp405,1 triliun untuk penanganan Covid-19. Dana tersebut masuk dalam postur APBN-P 2020.
Tambahan anggaran tersebut akan dialokasikan ke berbagai sektor, yakni Bidang Kesehatan (Rp75 triliun) Jaring pengaman sosial atau Social Safety net (Rp110 triliun), Insentif perpajakan dan KUR (Rp70,1 triliun), dan Pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional (Rp150 triliun).
“Kalau lihat jumlahnya memang banyak, tetapi apakah itu memang cukup untuk membuat semua masyarakat kita survive?” imbuh Anita.
Menurut Anita, bantuan sosial yang dikucurkan tak memadai. Baginya, bantuan sosial justru mengesankan bahwa pemerintah hanyamemutuskan untuk membantu kesusahan rakyat sebisanya saja.
Begitu juga dengan kinerjanya, pemerintah dinilai hanya mengedepankan aksi, tindakan atau kerja dan kerja saja. Pada sisi lain pemerintah dipandang kurang mempedulikan orientasi hasilnya, apakah efektif atau tidak.
“Pemerintah terlalu menggunakan pendekatan yang politis, semisal derasnya computational propaganda, dan ada kesan pemerintah tidak bersedia mendengarkan. Masih adanya polarisasi politik menambah lebar distrust terhadap pemerintah hingga membuat pemerintah seperti tidak bisa fokus,” tuturnya. (SD)