Indonesiainside.id, Jakarta – Ekonom Chatib Basri mengatakan, masyarakat kelas menengah merupakan faktor yang membuat perputaran uang di mal bergairah. Sayangnya, aktivitas itu minim sekali meski mal sudah dibuka kembali.
“Tahap awal, tampaknya mal sepi karena kelas menengah atas punya kemewahan untuk memilih tinggal di rumah atau keluar,” cuit Mantan Menteri Keuangan itu, dikutip akun Twitternya, Selasa (16/6).
Chatib mengatakan, kelas menengah atas memiliki keleluasaan atas kondisi keuangan mereka. Kelas menengah dinilai memiliki daya tahan ekonomi yang cukup selama masa krisis akibat pandemi Covid-19.
“Karena punya tabungan atau non-labour income,” ujarnya.
Berbeda dengan pasar-pasar tradisional yang mulai ramai. Sebab, kalangan masyarakat dengan pendapatan rendah harus keluar agar bisa mendapat penghasilan.
“Sementara pasar tradisional langsung penuh karena lower middle income group tidak punya tabungan atau non-labour income,” katanya.
Pusat perbelanjaan atau mal di DKI Jakarta telah buka secara serempak pada Senin (15/6) kemarin. Namun, aktivitas pertokoan di sejumlah mal terpantau masih lengang dan sepi.
Ekonom Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas), Yusuf Wibisono sudah menduga bahwa pembukaan mal tak akan banyak menarik minat pengunjung. Sebab, saat masa krisis seperti ini permintaan atau konsumsi masyarakat masih sangat lemah.
“Berkaca dari negara-negara lain yang membuka kembali aktivitas ekonomi-nya melalui new normal namun ternyata demand amat lemah. New normal tidak otomatis akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi karena masyarakat tidak melakukan spending,” ujarnya kepada Indonesiainside.id. (ASF)