Indonesiainside.id, Jakarta – Pusat perbelanjaan atau mal di DKI Jakarta telah buka secara serempak pada Senin (15/6) kemarin. Namun, aktivitas pertokoan di sejumlah mal terpantau masih lengang dan sepi.
Ekonom Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono sudah menduga bahwa pembukaan mal tak akan banyak menarik minat pengunjung. Sebab, saat masa krisis seperti ini permintaan atau konsumsi masyarakat masih sangat lemah.
“Berkaca dari negara-negara lain yang membuka kembali aktivitas ekonomi-nya melalui new normal namun ternyata demand amat lemah. New normal tidak otomatis akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi karena masyarakat tidak melakukan spending,” ujarnya kepada Indonesiainside.id.
Yusuf bilang, para konsumen mal, terutama kelas menengah masih enggan untuk berbelanja. Mereka cenderung menahan diri menghindari keramaian publik yang berpotensi terjadi penularan virus Covid-19.
“Sejak awal pandemi lebih banyak berdiam di rumah untuk mencegah resiko terkena Covid-19. Sebagai kelas terdidik, mereka amat memahami bahwa Covid-19 belum berakhir, bahkan semakin meningkat kasus-nya, resiko tertular masih amat tinggi, mereka cenderung tetap di rumah meski kini aktivitas ekonomi sudah dibuka,” ucapnya.
Pada sisi lain, cara kelas menengah mengelola keuangan dinilai sangat rapih sehingga mereka lebih mendahulukan kebutuhan primer daripada sekunder. Terlebih segala kebutuhan dan aktivitas jual beli masih bisa dilakukan dari rumah lewat belanja daring.
“Maka reopening mal yang ternyata sepi terjelaskan oleh perilaku kelas menengah-atas ini, yang cenderung tetap di rumah, yang hal ini dimungkinkan karena mereka memiliki tabungan dan aset yang memadai, ditambah jenis pekerjaan yang memungkinkan mereka work from home,” katanya. (ASF)