Indonesiainside.id, Jakarta – Pemerintah memutuskan moratorium perizinan koperasi simpan pinjam selama tiga bulan mendatang sejak 29 Mei lalu. Ratusan ribu koperasi simpan pinjam diduga hanya digunakan untuk menipu dan merugikan masyarakat.
Sekretaris Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Rully Indrawan mengatakan, moratorium diberlakukan karena masih terdapat koperasi yang melaksanakan usaha simpan pinjam tidak sesuai prinsip dan nilai dasar koperasi.
“Koperasi seperti ini menimbulkan permasalahan tidak saja antara koperasi dengan anggotanya tetapi juga dengan masyarakat yang bukan anggota koperasi,” katanya di Jakarta, Jumat (19/6).
Meski ada moratorium, permohonan izin usaha simpan pinjam koperasi yang telah diajukan tetap diproses sesuai ketentuan.
Deputi Pengawasan Ahmad Zabadi mengatakan pandemic Covid-19 membuat banyak koperasi simpan pinjam mengalami kesulitan, mulai penurunan likuiditas keuangan hingga kesulitan ekspansi usaha.
Pembayaran angsuran pinjaman dan penarikan tabungan anggota juga turun. Selain itu, juga penurunan modal dan sulitnya koperasi melakukan konsolidasi internal hingga memberikan pelayanan kepada anggota.
“Sehingga menimbulkan keresahan dan menyebabkan citra koperasi menjadi kurang baik di mata masyarakat,” kata dia.
Kondisi ini harus diperbaiki dengan mengembalikan citra koperasi khususnya usaha simpan pinjam termasuk menjaga keberlangsungan usahanya.
Koperasi Abal-Abal Harus Dibubarkan
Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses), Suroto, sebuah lembaga think tank ekonomi, menganggap moratorium ini menyalahi prinsip kerja layanan publik, mengingat perizinan penting untuk mendorong investasi dan apalagi di masa pandemi.
“Ini kontraproduktif dengan upaya akselerasi ekonomi di tengah pandemi,” katanya kepada Anadolu Agency.
Apalagi di masa pandemi saat ini mulai muncul kebutuhan masyarakat yang ingin kembangkan koperasi. Soal koperasi yang meresahkan masyarakat, menurut Suroto, hanya perlu ketegasan pemerintah.
Pemerintah harus melakukan upaya preventif dan mengefektifkan fungsi pengawasan, tidak perlu moratorium.
“Pembubaran koperasi sudah diatur dengan jelas oleh UU. Pemerintah juga sudah mengeluarkan regulasi setingkat peraturan pemerintah, jadi tinggal dijalankan saja,” katanya.
Di Indonesia, menurut Suroto, ada 152.000 koperasi. Sebanyak 130.000 di antaranya abal-abal dan berpotensi dimanfaatkan untuk menipu serta merugikan masyarakat.
“Koperasi-koperasi ini harusnya tinggal dibubarkan saja oleh pemerintah,” ujar dia.
Sisanya tinggal diberikan insentif kebijakan untuk memperkuat lembaganya. (Aza/AA)