Indonesiainside.id, Jakarta – Tujuh maskapai nasional dinyatakan telah melakukan kartel harga tiket penerbangan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Mereka disebut telah melanggar Pasal 5 dan Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Penumpang Kelas Ekonomi Dalam Negeri.
Kementerian Perhubungan menyatakan menghormati putusan tersebut. Juru Bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati mengatakan, sejak awal proses, Kementerian menyambut positif langkah KPPU tersebut dalam rangka menerapkan praktek persaingan yang sehat di dunia penerbangan.
Dia menyatakan, hal ini sejalan dengan amanat Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, dimana Kementerian Perhubungan diamanahkan untuk menentukan tarif batas atas (TBA) dan Tarif Batas Bawah (TBB). Sebagai pertimbangan pemenuhan aspek keselamatan, perlindungan konsumen dan menghindari persaingan tidak sehat antar badan usaha angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri untuk kelas ekonomi.
“Terkait putusan KPPU untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Kemenhub, kami sangat terbuka terhadap semua masukan dan saran dari berbagai pihak termasuk KPPU sebagai upaya untuk memberikan perlindungan kepada konsumen dan pelaku usaha dalam industri serta efisiensi nasional ,” kata Adita di Jakarta.
Dia menambahkan, Kemenhub di sepanjang tahun 2019 telah melakukan evaluasi terhadap kebijakan terkait TBA yang sebelumnya adalah PM 14/2016 menjadi PM 20/2019 dan KM 106/2019. Lewat pembaharuan ini, penerapan TBA dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap konsumen dan juga keberlangsungan industri penerbangan.
KPPU telah menyatakan tujuh maskapai udara bersalah melakukan kartelisasi harga tiket angkutan udara kelas ekonomi. Tujuh maskapai tersebut adalah PT Garuda Indonesia, PT Citilink Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT NAM Air, PT Batik Air, PT Lion Mentari, dan PT Wings Abadi.
Menurut KPPU, tujuh maskapai ini melakukan concerted action atau parallelism sehingga telah terjadi kesepakatan antarpelaku usaha (meeting of minds) untuk meniadakan diskon atau membuat diskon seragam, dan kesepakatan meniadakan produk yang ditawarkan dengan harga murah di pasar.
“Ini mengakibatkan terbatasnya pasokan dan harga tiket yang tinggi untuk kelas ekonomi di Indonesia,” ujar KPPU dalam siaran pers. (SD)