Indonesiainside.id, Jakarta – Pemerintah dan Bank Indonesia telah menyepakati skema burden sharing atau berbagi beban pembiayaan tambahan defisit APBN yang sebesar Rp903,46 triliun dari total defisit.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan skema tersebut akan diformalkan dalam surat keputusan bersama (SKB) antara Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia untuk melengkapi SKB pertama yang sudah ditandatangani pada April lalu tentang pembelian SBN oleh BI di pasar perdana.
Dia mengatakan skema burden sharing ini dibagi berdasarkan tiga kategori pos pembiayaan yang mempengaruhi mekanisme pembagian beban tersebut.
Menteri Sri Mulyani menjelaskan bahwa kategori pertama adalah pos untuk pembiayaan belanja kebutuhan publik (public goods) yang terdiri dari belanja bidang kesehatan Rp87,55 triliun, perlindungan sosial Rp203,9 triliun, dan padat karya sektoral dan pemda Rp106,11 triliun sehingga total Rp397,56 triliun.
“Gubernur BI dan Menkeu setuju bahwa untuk belanja kategori tersebut akan diterbitkan SBN yang langsung dibeli oleh BI melalui private placement,” jelas dia dalam konferensi pers virtual, Senin.
Menteri Sri Mulyani mengatakan suku bunga SBN ini sebesar BI 7-day reverse repo rate yang seluruh suku bunganya akan ditanggung oleh Bank Indonesia.
Dia mengatakan SBN ini bersifat tradeable dan marketable sehingga bisa digunakan oleh BI sebagai instrumen untuk operasi moneter.
“Mekanisme ini hanya akan berlaku untuk tahun 2020 atau istilahnya one off khusus untuk belanja public goods,” tambah dia.
Kemudian, pada kategori kedua adalah belanja untuk dukungan dunia usaha dan UMKM sebesar Rp123,46 triliun dan dukungan untuk pembiayaan korporasi Rp53,57 triliun.
Pemerintah akan menerbitkan SBN di pasar sehingga bersifat tradeable dan marketable dengan beban suku bunga akan ditanggung bersama antara BI dan pemerintah.
“BI akan menanggung suku bunga dari perbedaan suku bunga pasar sampai dengan 1 persen di bawah reverse repo rate, sementara pemerintah menanggung bunga 1 persen di bawah reverse repo rate,” jelas Menteri Sri Mulyani.
Sebagai contoh, apabila suku bunga BI sebesar 4,3 persen, maka pemerintah menanggung beban 4,3 persen dikurang 1 persen atau 3,3 persen.
Sementara BI menanggung beban selisih suku bunga pasar yang sebesar 7,36 persen dikurangi 3,3 persen yang ditanggung pemerintah.
Kemudian, untuk kategori ketiga adalah pembiayaan lainnya menyangkut insentif usaha dan belanja lainnya sebesar Rp328,87 triliun melalui penerbitan SBN dengan mekanisme pasar yang seluruh suku bunganya akan ditanggung pemerintah.
“Jadi, tidak ada burden sharing dengan BI untuk kategori ketiga ini,” tambah Menteri Sri Mulyani.
Dia mengatakan dengan berkembangnya penanganan Covid-19 ini, maka pemerintah dan BI merumuskan prinsip-prinsip untuk melakukan burden sharing secara baik dengan tetap berpacu dan berbasis pada kerangka kebijakan makro yang pruden.
Skema ini juga tetap menjaga keberlangsungan fiskal jangka menengah panjang, serta tetap menjaga kredibilitas kebijakan moneter dalam menjaga nilai tukar, tingkat bunga, dan inflasi.(EP/AA)