Indonesiainside.id, Jakarta – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperkirakan perekonomian Indonesia akan tumbuh negatif di triwulan II. Lebih gawatnya, Indonesia diprediksi akan memasuki zona resesi di triwulan III 2020.
Pada triwulan II 2020 ekonomi diproyeksi tumbuh negatif dikisaran -3,26 persen (skenario sedang) hingga -3,88 persen (skenario berat). Pada triwulan III 2020, ancaman pertumbuhan ekonomi negatif juga masih membayangi perekonomian Indonesia.
“Hal ini terlihat dari proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berpotensi negatif dikisaran -1,3 persen (skenario sedang) hingga -1,75 persen (skenario berat),” dikutip Kajian Tengah Tahun (KTT) INDEF 2020, Selasa (21/7).
Beberapa lembaga ekonomi internasional memprediksi ekonomi dunia akan mengalami resesi pada 2020. IMF memproyeksi ekonomi global akan tumbuh -4,9 persen di 2020. Bloomberg Economics (BE) merilis proyeksi pertumbuhan ekonomi global sebesar -4,7 persen di 2020.
World Bank (WB) juga memproyeksi ekonomi global akan tumbuh -3,5 persen akibat wabah Covid-19. JP Morgan memproyeksi ekonomi global berada di level -1,1 persen, sementara Fitch Ratings memperkirakan ekonomi global akan berada di level -4,6 persen.
Menurut Indef, variasi proyeksi dari berbagai lembaga internasional ini sekaligus juga menggambarkan besarnya ketidakpastian yang harus dihadapi ekonomi global karena dampak virus Covid-19 yang menjalar. Ekonomi Indonesia juga mendapat ujian berat dari badai resesi global yang mulai menghembus.
“Jika dilihat dari periodisasi, wabah Covid-19 di dalam negeri baru dinyatakan meluas ketika memasuki bulan Maret 2020, artinya hanya sepertiga waktu dari triwulan pertama 2020,” tulis Indef.
Namun pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang triwulan I 2020 sudah terpangkas hampir separoh, yakni dengan hanya tumbuh 2,97 persen. Dengan melihat capaian ekonomi pada triwulan I 2020 dan dinamika indikator lainnya, beberapa lembaga internasional memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tergerus pada 2020.
Asian Development Bank (ADB) memproyeksi ekonomi Indonesia 2020 hanya akan tumbuh 2,5 persen.Bahkan pemerintah sendiri memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh negatif.
Berbagai macam angka proyeksi ekonomi Indonesia di 2020 tersebut sebetulnya menggambarkan satu hal, yaitu perekonomian Indonesia berada dalam posisi yang sulit.
Indef menyarankan, waspada dan siap siaga memitigasi kemungkinan resesi ekonomi menjadi pilihan kebijakan yang tidak terelakkan. Di sisi lain, wabah Covid-19 ini juga menjadi momen koreksi atas rapuhnya pijakan perekonomian akibat terlalu bergantung ke negara lain.
“Oleh karena itu, aspek kemandirian ekonomi harus menjadi arus utama dalam menata arsitektur ekonomi Indonesia pasca pandemi, agar cita-cita kesejahteraan bisa diwujudkan,” katanya.
Implikasi pandemi berdampak luas ke ekonomi Indonesia
Pandemi membuat konsumsi rumah tangga jatuh cukup dalam. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, konsumsi rumah tangga tumbuh 2,84 persen yoy pada triwulan I 2020, lajunya menurun dari pertumbuhan pada kuartal yang sama tahun lalu, yang mencapai 5,02 persen year on year (yoy).
Terhentinya berbagai usaha produktif yang mendorong kinerja lapangan usaha termasuk sektor industri merupakan gejala dari tidak berdayanya investasi dalam menggairahkan perekonomian. Implikasi ini mendorong beratnya pembentukan modal tetap dalam menstimulus perbaikan ekonomi.
Implikasi pandemi tentunya juga membawa pengaruh terhadap kinerja sektor riil. Sebagaimana diketahui bahwa sektor riil merupakan sektor usaha yang menyerap banyak tenaga kerja.
Sektor-sektor penyumbang PDB terbesar dan penyerap tenaga kerja terbanyak hanya tumbuh di bawah 2,5 persen. Alhasil, meningkatnya jumlah pengangguran dan kemiskinan tidak bisa dihindari.
Dari sisi kemiskinan, akan terjadi peningkatan jumlah kemiskinan secara nasional sebesar 1,75 juta – 5,21 juta orang. Dengan demikian jumlah penduduk miskin akan menjadi 26,52 juta orang (skenario sedang) hingga 29,99 juta orang (skenario berat).
Jumlah penduduk miskin tersebut terdistribusi berdasarkan wilayah provinsi berasal dari provinsi-provinsi di Pulau Jawa, diantaranya DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, DIYdan Jawa Timur. Provinsi yang diperkirakan pemberi kontribusi paling tinggi adalah Jawa Barat, Banten dan DIY. (ASF)