Indonesiainside.id, Jakarta – Dampak pandemi Covid-19 juga diraskan perbankan syariah di tanah air. Pada tahun 2019 perbankan syariah berhasil mencatat pertumbuhan double digit dengan market share di atas 5 persen.
“Di sektor pembiayaan yang dilakukan bank syariah menurut data OJK mayoritas pembiayaan bank syariah disalurakan pada sektor yang bukan lapangan usaha,” ujar Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam webinar Ikatan Ahli Ekonomi Indonesia (IAEI), Kamis (23/7).
Ketua Umum IAEI ini memaparkan, pembiayaan bank lebih banyak disalurkan pada bidang kepemilikan rumah tinggal sebesar Rp83,7 triliun. Pemilik peralatan rumah tangga lainnya termasuk multiguna Rp55,8 triliun.
Sementara, penyaluran pembiayan untuk sektor lapangan usaha seperti perdagangan besar dan eceran hanya Rp37,3 triliun, kosntruksi Rp32,5 tirliun, dan industri pengolahan Rp27,8 triliun.
Ia bilang, perbankan syariah harus mulai melakukan revisi target tpertumbuhan sama seperti perbankan lain. Selain itu, karena ada peningkatan risiko di lembaga keuangan syariah akibat pandemi dan kemerosotan ekonomi, maka peningkatan risiko tidak hanya mempengaruhi kemampuan lembaga dalam memberikan pembiayaan dan mendorong pemulihan ekonomi.
“Kenaikan risiko terhadap perbankan syriah dalam bentuk nonperforming loan atau nonperforming financing akan menjadi salah satu yang akan menentukan kemampuan bisa bertahan dan bangkit kembali,” katanya.
Penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) telah menyebabkan menurunnya berbagai kegiatan pada sektor manufaktur, perdagangan dan bahkan penghentian berbagai proyek. Risiko tersebut yang dihadapi isntitusi perbankan tentu harus diwaspadai.
“Risiko peningkatan kesulitan likuiditas penurunan kualitas aset keuangan, penurunan profitabilitas dan risiko pertumbuhan perbankan syariah yang mengalami perlambatan atau bahkan negatif,” imbuhnya. (SD)