Indonesiainside.id, Jakarta– Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan kinerja impor Indonesia pada bulan Juli masih anjlok baik secara bulanan sebesar 2,73 persen dan secara tahunan turun 32,55 persen menjadi 10,47 miliar AS Dolar.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan impor pada Juli ini tidak lebih baik dari Juni yang sebesar 10,76 miliar AS Dolar dan juga lebih buruk dari Juli 2019 yang sebesar 15,52 miliar AS Dolar. “Impor kita masih belum kembali secara normal karena ada penurunan impor migas dan nonmigas secara tahunan,” jelas dia dalam konferensi pers virtual, Selasa (18/8).
Dia menjelaskan secara bulanan terjadi peningkatan impor migas sebesar 41,53 persen menjadi 0,96 miliar AS Dolar sementara impor nonmigas turun 5,7 persen menjadi 9,51 miliar AS Dolar. Kemudian secara tahunan penurunan impor migas terjadi sebesar 45,19 persen dan impor nonmigas turun 30,95 persen.
Suhariyanto mengatakan hampir seluruh sektor impor berdasarkan penggunaan barang mengalami penurunan, kecuali pada sektor barang modal. Pada barang konsumsi, terjadi penurunan impor 21,01 persen secara bulanan dan juga 24,11 persen secara tahunan menjadi 1,11 miliar AS Dolar.
“Terjadi penurunan impor bawang putih dari China karena pada bulan lalu impornya sudah tinggi dan sudah direncanakan,” kata Suhariyanto.
Dia menambahkan penurunan impor barang konsumsi juga disebabkan turunnya impor obat-obatan asal Inggris, buah pir asal China, dan apel dari Amerika Serikat. Selanjutnya, Suhariyanto mengatakan pada bahan baku/penolong terjadi penurunan impor sebesar 2,5 persen secara bulanan dan secara tahunan turun 34,46 persen menjadi 7,39 miliar AS Dolar.
“Impor yang turun adalah raw sugar dari Brasil, biji gandum dari Kanada, tepung kedelai dari Brasil, dan susu atau bubuk krim dari Amerika Serikat,” urai dia.
Kemudian, pada barang modal terjadi peningkatan impor sebesar 10,82 persen secara bulanan, walaupun secara tahunan masih turun 29,25 persen. “Pada penggunaan barang ini terjadi peningkatan impor bulanan pada mesin pengeboran, impor kapal gross ton 5000-50 ribu, dan mesin pembangkit listrik,” jabar Suhariyanto.
Dia mengatakan dengan peningkatan impor barang modal memberikan harapan adanya perbaikan pada pertumbuhan investasi di kuartal ketiga ini. “Impor bahan baku harus menjadi perhatian karena berdampak pada pertumbuhan manufaktur, serta impor barang modal berdampak pada investasi,” kata dia.
Suhariyanto menjelaskan berdasarkan struktur impor, kontribusi terbesar masih berasal dari bahan baku/penolong sebesar 70,58 persen, barang modal 18,79 persen, dan barang konsumsi 10,63 persen. (AA/NE)