Indonesiainside.id, Jakarta – Dampak ekonomi dari pandemi Covid-19 begitu luas dan masif, sehingga benar-benar mengubah tatanan bisnis secara keseluruhan, termasuk pula pola perilaku konsumsi masyarakat. Namun, di balik perubahan perilaku konsumsi masyarakat ini terbuka peluang bagi mereka yang mau beradaptasi dengan kebiasaan baru di masa pandemi.
Menurut Hadi Nainggolan Pengurus BPP HIPMI Bidang Keuangan dan Perbankan dalam perbincangan “Pergeseran Kebiasaan Bertransaksi Dalam Masa Pandemi” yang disiarkan langsung melalui akun Twitter @BNPB_Indonesia, di masa pandemi ini banyak masyarakat yang menghindari kontak langsung dalam transaksi.
Tidak mengherankan jika penggunaan aplikasi mobile banking, dan internet banking meroket. Bahkan pertumbuhannya hingga 480 persen.
“Yang paling menonjol penggunaan mobile banking. Yang mendonwload aplikasi mobile banking semakin tinggi, kedua internet banking dan transaksi online, juga diikuti cashless poin-poin,” katanya.
Ditambahkannya, penggunaan payment gateway pertumbuhannya makin besar, ini juga karena perubahan orang untuk menghindari kontak langsung, akhirnya bermigrasi. Dari data yang dicatat oleh pihaknya, kenaikannya mencapai 480 persen.
“Kenaikannya 480 persen. Jadi dari secara manual sudah masuk ke cashless,” ujarnya.
Melihat pertumbuhan ini, tentunya kondisi itu menjadi peluang bagi pengusaha yang tertarik mengembangkan platform serupa. Ini karena situasi bisnis di era pandemi ini mau tidak mau memang akan berubah dan menyesuaikan atau adaptasi dengan kebiasaan baru.
“Ini peluang bisnis bagi pengusaha, bisnis model platform payment gateway maupun online payment bertumbuh di tengah pandemi,” ujarnya.
Yuswohady, seorang pakar marketing dari Inventure melalui kultwitnya menyebutkan bahwa pandemi Covid-19 akan menimbulkan bentuk ekonomi baru yang disebutnya “Stay @Home Economy”. Yaitu sebuah kondisi ekonomi yang digerakkan dari rumah ke rumah.
Ekonomi bentuk baru ini merupakan hasil dari perubahan peta sektor-sektor industri akibat perubahan perilaku konsumen. Konsumen mengubah perilakunya menjadi mode bertahan hidup dan lebih konservatif di kala pandemi menerjang.
Konsumen menjadi lebih berhati-hati dan lebih ingin untuk berada di dalam rumah dari pada keluar untuk melakukan konsumsi. Akibatnya, ada sektor industri yang sebelum masa krisis sangat jaya, menjadi jatuh dan mati. Sementara ada pula sektor industri yang meningkat pesat.
Yuswohady melalui infografisnya menggambarkan bagaimana situasi “Stay @Home Economy” di mana ada sektor yang babak belur akibat pandemi padahal sebelumnya menjadi primadona. Misalnya, industri pariwisata yang ditopang oleh industri penginapan, penerbangan, kuliner, otomotif, ritel dan MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition).
Industri-industri yang sangat bergantung pada berkumpulnya masa dan lalu lintas orang. Maka jika tidak melakukan adaptasi maka terancam tutup.
Selanjutnya adalah The Rise, yang merupakan industri-industri yang justru emerging akibat perubahan perilaku konsumen. Misalnya adalah industri digital streaming, telekomunikasi, komunikasi jarak jauh yang sebelumnya dipandang sebelah mata namun di masa pandemi sangat dibutuhkan. Tengok saja bagaimana pelajaran yang dilakukan secara daring.
Di sisi lain, transaksi jual beli juga melonjak dengan meningkatnya kebutuhan bahan-bahan pokok dan kesehatan. Namun, masyarakat lebih banyak menghindari sentuhan langsung dan mengutamakan cashless. (EP)