Indonesiainside.id, Jakarta – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mendorong pelaku usaha untuk terus menerapkan sekaligus mempromosikan protokol kesehatan karena menjadi kebutuhan esensial dalam upaya mengembalikan kepercayaan masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Protokol itu meliputi pemeriksaan suhu tubuh, pemakaian masker, mencuci tangan dan menjaga jarak.
Selain itu tersedianya hand sanitizer dan juga melakukan disinfeksi ruangan secara konsisten akan turut mengembalikan rasa percaya tamu.
“Salah satu upaya untuk meyakinkan itu adalah bagaimana memperlihatkan seberapa besar protokol kesehatan yang sudah diterapkan,” kata Sekretaris Jenderal BPP PHRI Maulana Yusran di Jakarta, Jumat(4/12).
Menurut dia, saat ini pelaku usaha sektor perhotelan dan restoran gencar mempromosikan protokol kesehatan yang diterapkan dan fasilitas yang dimiliki.
Hal ini berbeda dengan promosi yang dilakukan sebelum adanya pandemi Covid-19 yang lebih banyak menonjolkan fasilitas yang dimiliki.
Ia mengakui masyarakat masih memiliki kekhawatiran terkait pandemi yang belum ada kepastian berakhir, namun upaya menerapkan protokol kesehatan, dengan mencuci tangan, menjaga jarak dan menggunakan masker, dinilai memberikan keyakinan untuk mencegah penularan.
Sementara itu, lanjut dia, sertifikasi penerapan protokol kebersihan, kesehatan, keselamatan dan kelestarian lingkungan (CHSE) dari pemerintah juga menjadi stimulus bagi pelaku usaha perhotelan dan restoran.
“CHSE itu juga dilakukan sebagai upaya untuk meyakinkan, itu bagian legitimasi yang diaudit lembaga independen,” katanya seperti dilansir Antara.
Saat ini tingkat keterisian kamar hotel dan kunjungan restoran lebih banyak dikontribusikan wisatawan yang menghabiskan libur panjang atau libur akhir pekan.
Sedangkan ketika sebelum ada pandemi, kata dia, geliat industri perhotelan dan restoran lebih banyak karena aktivitas wisata karena momen liburan dan bisnis, utamanya pengeluaran yang dilakukan pemerintah melalui alokasi biaya dari APBN atau APBD.
Sementara itu terkait tingkat keterisian kamar atau okupansi hotel di seluruh Indonesia, kata dia, saat ini rata-rata mencapai minus 22 persen dibandingkan tahun 2019 dan bergerak rata-rata bergerak kisaran 30 persen.
“Dampaknya dari okupansi hotel parah. Ini berbeda dibandingkan tahun lalu sepanjang Januari-November itu biasanya rata-rata okupansi di atas 56 persen,” katanya.(EP)