Indonesiainside.id, Jakarta – Mantan Menko Kemaritiman, Rizal Ramli, menilai kondisi Indonesia saat ini merosot dibandingkan pada 1998. Pemerintah hanya memberikan harapan tinggi kepada masyarakat, tapi tidak sesuai dengan realisasi di lapangan.
“Indikatornya sederhana, ekonomi sudah merosot jauh sebelum Covid-19 dan setelah Covid-19 semakin merosot ditambah cara penangan Covid-nya sendiri terutama awal itu sama sekali tidak saintifik,” tutur Rizal Ramli saat ditanya oleh Bang Arief di kanal YouTube Bang Arief, dikutip Jum’at (2/4).
Hal paling penting adalah Human Development Index kesejahteraan rakyat merosot berat sekali. “Kondisi hari ini lebih jelek dari tahun 1998 karena tahun 1998 ketika kurs rupiah anjlok dari 2.200 ke 15.000 petani diluar jawa senang sekali,” ujar dia.
Berdasarkan analis Rizal Ramli, kondisi itu lebih berat dari tahun 1998. Namun dia menganggap masalah berat itu hal biasa, karena hal terpenting adalah ada kemampuan untuk membawa keluar dari masalah. “Bahkan Presiden hebat dunia munculnya pada saat krisis besar,” ucapnya.
Dia mencontohkan Presiden Franklin Delano Roosevelt Amerika muncul setelah Amerika mengalami depresi dari tahun 1920 -1930. Kondisi ekonomi Amerika hanya menempati posisi nomor 7 bukan adikuasa. Namun krisis ekonomi justeru mereka sulap dan bisa membalikkan menjadi nomor satu di dunia.
Menurut Rizal Ramli, sederhanya pemerintah tidak mampu menyelesaikan masalah, baik secara makro ekonomi maupun secara kongkret. Dia menganggap pemerintah hanya pintar mengeluarkan pernyataan bersifat harapan kepada rakyat, tapi tindakan tidak signifikan. Hal itu berujung pada janji palsu.
“Ekonomi tahun ini bakal tumbuh lim setengah persen blablabla, bagaimana caranya sementara daya beli ancur pertumbuhan kredit negatif, investasi juga tidak naik besar. Bahkan di kurtal satu ini juga pasti akan negatif karena memang tidak fokus,”ujar Rizal Ramli.
Selain itu, indeks demokrasi juga semakin merosot. Sikap pemerintah saat ini semakin otoriter. Dia menyebut salah satu penyebabnya adalah daya kritis anggota DPR yang semakin merosot.
Rizal menceritakan, pada era Presiden Habibie dan Presiden Gus Dur, daya kritis anggota DPR sangat tinggi. Ini karena Habibie dan Gus Dur merupakan tokoh yang sangat demokratis. Selain itu, para anggota DPR sedang mengalami euphoria saat memasuki era reformasi.
Mantan Menko Kemaritiman itu mengatakan, setelah era itu muncul system baru yang memberi hak bagi partai politik untuk me-recall atau mengganti anggota DPR dari fraksinya. Kebijakan itu membuat anggota dewan di Senayan tidak bisa melawan kehendak partai. Meraka takut diganti jika menolak kehendak pimpinan partai.
Padahal, kata dia, anggota DPR hanya bisa diganti jika rakyat yang memilih menghendaki penggantian tersebut. Kemudian, anggota DPR hanya bisa di-recall jika terlibat kasus kriminal.
“Seharusnya yang berhak recal itu pemilih atau dia kriminal,” ujar Rizal dalam sebuah wawancara yang diunggah di akun YouTube Bang Arief, Jumat (2/4).
Dia menilai sistem membuat anggota dewan sangat mudah dikendalikan. Ketua umum partai bisa menekan anggota DPR sehingga tidak kritis terhadap pemerintah. Tak menutup kemungkinan jika ketum partai juga dikendalikan oleh pihak lain.
“Jadi mengendalikan partai itu gampang, pegang ketua umumnya beri bisnis. Jadi mudah dikontrol,” ucap Rizal Ramli. (Aza)