Indonesiainside.id, Jakarta — Rumah tapak masih menjadi pilihan utama tempat tinggal masyarakat saat ini. Survei Rumah.com Consumer Sentiment Survey H1 2022, mengungkap 98 persen memilih hunian rumah tapak, dan hanya dua persen yang menjadikan apartemen sebagai pilihan utama.
Country Manager Rumah.com Marine Novita menjelaskan rendahnya minat responden membeli apartemen disebabkan dua alasan utama yaitu pertama nilai lebih untuk harga yang sama dengan membeli rumah tapak dan alasan kedua adalah ketidaksukaan tinggal di gedung bertingkat tinggi.
Menurut temuan Rumah.com Consumer Sentiment Survey H1 2022, selain dua alasan utama di atas, beberapa alasan lainnya untuk tidak memilih apartemen. Sejumlah 39 persen responden survei menyatakan dengan harga yang sama, rumah tapak memberikan ruang yang lebih luas daripada apartemen. Bagi mereka yang sudah menikah dan punya anak bahkan kecenderungannya lebih tinggi lagi, hingga mencapai 56 persen responden menyatakan alasan tersebut.
Rumah.com Consumer Sentiment Study adalah survei berkala dua kali dalam setahun oleh Rumah.com sebagai portal properti terdepan di Indonesia bekerjasama dengan lembaga riset Intuit Research, Singapura untuk mengetahui dinamika pasar properti tanah air. Survei kali ini berdasarkan 1031 responden dari seluruh Indonesia yang berlangsung pada bulan Juli hingga Desember 2021.
Tinggal di gedung-gedung tinggi seperti apartemen memang menawarkan pemandangan yang lebih luas. Namun 37 persen responden survei yang menyatakan ketidaksukaan tinggal di gedung bertingkat tinggi menjadi alasan tidak mempertimbangkan membeli apartemen.
“Saat tinggal di apartemen, penghuni harus menerima ruangan yang tersedia cukup terbatas. Mereka tidak memiliki kesempatan untuk memperluas ruangan di masa depan, sebagaimana halnya di rumah tapak yang dikenal dengan istilah rumah tumbuh. Masalah ini dinyatakan oleh 27 persen responden. Walau begitu, merenovasi rumah untuk menambah ruangan juga tidak bisa dianggap gampang karena harus mempertimbangkan desain, biaya, dan perijinannya,” jelas Marine.
Sebanyak 23 persen responden survei tidak mempertimbangkan membeli apartemen dengan alasan kurang merasa ada kepastian status terhadap apartemen yang akan dibelinya. Adapun status kepemilikan apartemen atau rumah susun saat ini diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan Lahan (HPL), Hak Atas Tanah (HAT), Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah yang diterbitkan sebagai tindak lanjut Undang-undang Cipta Kerja.
Marine menyimpulkan, hak kepemilikan dan hak pengelolaan memang bukan urusan yang sederhana. Karena itu diperlukan edukasi dan sosialisasi dari pemerintah mengenai aturan baru ini, diiringi pengawasan di lapangan untuk memberi rasa aman bagi pencari hunian agar melihat apartemen sebagai pilihan yang menarik.
“Sebagian responden (21 persen) memiliki persepsi tingginya biaya bulanan berupa Iuran Pemeliharaan Lingkungan (IPL). Kekhawatiran ini perlu dijawab dengan penentuan besaran IPL yang transparan dan pengelolaan yang partisipatif,” pungkas Marine.