Oleh : Eko P |
Publik perlu mempertanyakan, ada apa sehingga seorang kepala negara menggelar pertemuan tertutup dan tak terjadwal dengan pemimpin korporasi multinasional.
Indonesiainside.id, Jakarta — Pertemuan rahasia antara Presiden Jokowi dan bos Freeport McMoran (FCX) James Moffet pada 2015 yang membahas perpanjangan kontrak menimbulkan tanda tanya publik.
Pasalnya, dari pertemuan rahasia itulah cikal bakal keluarnya surat tertanggal 7 Oktober 2015 dengan nomor 7522/13/MEM/2015 yang berisi perpanjangan kegiatan operasi freeport di Indonesia.
“Testimoni Pak @sudirmansaid terkait dengan pertemuan tertutup dan rahasia antara Presiden Jokowi dan Presiden Freeport Mcmoran, James R Moffet, penuh tanda tanya besar,” kata Dahnil Anzar Simanjuntak, Mantan Ketua PP Muhammadiyah, Kamis (22/2).
Publik memang patut bertanya, ada apa sehingga seorang Kepala Negara menggelar pertemuan tertutup dan tak terjadwal dengan pemimpin korporasi multinasional.
“Mengapa seorang Presiden mau bertemu tertutup dg seorang pemimpin korporasi besar? Ada apa?,” lanjutnya di @DahnilAnzar.
Sebagaimana diberitakan, Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said merasa perlu mengungkapkan adanya pertemuan rahasia antara Jokowi dan Bos Freeport, penambang emas di Papua sebelum perpanjangan kontrak. Karena selama ini dirinya yang dituding masyarakat sebagai orang yang paling bertanggung jawab memperpanjang izin tersebut.
“Saya ungkap ini karena ini hak publik untuk mengetahui secara jelas dibalik adanya keputusan itu,” ujar Sudirman Said dalam diskusi di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu, (20/2).
Pertemuan berlangsung tak terjadwal di agenda presiden yang disusun Sekretariat Negara pada 6 Oktober 2015. Said yang kala itu menjabat Menteri ESDM, diminta ajudan presiden untuk ke Istana Merdeka, Jakarta, pada pagi hari.
“Sebelum masuk ke ruang kerja, saya dibisiki oleh asisten pribadi presiden, (dikatakan) ‘Pak menteri, pertemuan ini tidak ada.’,” ujar Said. (EPJ)
Said menyampaikan, Jokowi tanpa banyak berbasa-basi memintanya mempercepat proses renegosiasi kontrak Freeport.
“Kira-kira, (Jokowi menyampaikan) kita ini ingin menjaga kelangsungan investasi-lah,” ujar Said.
Said dan Moffet kemudian melanjutkan pertemuan di tempat lain. Ternyata, Moffet sudah menyiapkan juga naskah surat perpanjangan dari kantor pusat Freeport. Kaget bukan kepalang, Said pun menolak untuk mengabulkan permintaan Moffet supaya surat perpanjangan kontrak Freeport memiliki redaksi yang sama dengan isi naskah.
“Saya tidak lakukan itu. Kamu (Moffet) katakan apa yang sudah didiskusikan dengan Presiden, dan saya akan buat draf yang lindungi kepentingan republik,” ujar Said.
Said menceritakan, selanjutnya dirinya menemui lagi Jokowi usai jajarannya di Kementerian ESDM menyimpulkan naskah yang disiapkan Freeport tidak akan merugikan Indonesia.
Jokowi juga kaget karena dalam redaksi surat, Freeport tidak menunjukkan keinginan yang benar-benar kuat supaya mayoritas saham Freeport Indonesia dimiliki mereka.
“Komentarnya Pak Presiden, Pak Presiden mengatakan, ‘Lho kok begini saja (Freeport) sudah mau? Kalau mau lebih kuat lagi sebetulnya diberi saja’,” ujar Said.
Meskipun demikian, Said menambahkan, Freeport ternyata mengambil manfaat dari disetujuinya naskah yang mereka siapkan oleh Indonesia. Publikasi atas kesepakatan renegosiasi itu membuat saham Freeport di pasar modal Amerika menguat, dan keuntungan juga lebih banyak diperoleh mereka.
“Jadi, kalau saya disalahkan karena posisi negara semakin lemah, maka sebenarnya salahkanlah yang menyuruh saya menulis surat (kesepakatan renegosiasi saham Freeport) itu,” pungkasnya. (EPJ).