Oleh : Zahirudin |
Pelaksanaan pemilihan umum mestinya dapat berjalan sesuai dengan prinsip yang jujur dan adil
Indonesiainside.id, Jakarta — Berkampanye politik dengan memanfaatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai mesinnya merupakan bentuk pelanggaran. Berdasarkan Pasal 2 huruf f Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Terkait dengan hal tersebut politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid meminta kubu petahana Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Joko Widodo – Ma’ruf Amin untuk tidak lagi menyalahgunakan ASN dan atau fasilitas negara dalam berkampanye.
Anjuran yang dilontarkan Hidayat setelah hasil salah satu lembaga survei yang menyatakan pasangan Capres – Cawapres nomor urut 01 itu masih mengungguli Prabowo Subianto – Sandiaga Salahuddin Uno sebagai penantangnya.
“Kan surveinya juga sudah menang, ngapain juga ASN dikerah-kerahkan,” kata Hidayat Nur Wahid di Jakarta, Senin (11/03). Dia pun meminta agar tidak ada lagi intimidasi dan manipulasi dari kubu petahana dalam menjalankan kampanyenya.
Hidayat yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) itu berharap agar pelaksanaan pemilihan umum dapat berjalan sesuai dengan prinsip yang jujur dan adil.
Maka dari itu dia menegaskan sekali lagi kepada kubu petahana agar tidak perlu lagi ada penggunaan fasilitas negara selama masa kampanye termasuk tidak mengambil cuti dari jabatannya saat ini. Padahal semestinya seorang pejabat negara musti mengambil cuti jika sedang melakukan kampanye politik.
“Ngapain juga ASN di kerah-kerahkan ngapain juga make fasilitas negara ngapain juga tidak cuti, kan sudah menang surveinya. Mestinya kemudian lakukanlah dengan cara-cara yang luber jurdil,” pungkas HNW.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sejak 1 Desember 2018 sampai 1 Maret 2019 telah mencatat terjadi 165 kasus pelanggaran netralitas ASN yang tersebar di 15 provinsi di Indonesia. Anggota Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan, secara berturut-turut dari semua provinsi tersebut pelanggaran terbanyak terjadi di Jawa Tengah dengan 43 pelanggaran.
Kemudian Sulawesi Selatan menyusul di urutan kedua dengan 26 pelanggaran, Sulawesi Tenggara 19 pelanggaran, Jawa Barat 17 pelanggaran, Banten 16 pelanggaran, Bali delapan pelanggaran, Sulawesi Barat tujuh pelanggaran, Nusa Tenggara Barat enam pelanggaran, serta Riau dan Kalimantan Timur masing-masing lima pelanggaran.
“Ditambah lagi Bangka Belitung tiga pelanggaran, Kepulauan Riau dan Sumatera Selatan masing-masing dua pelanggaran, dan Maluku satu pelanggaran,” kata Bagja.
Dilihat dari bentuk pelanggarannya, sebanyak 40 kasus ASN melakukan tindakan menguntungkan peserta/calon di media sosial, 27 kasis ASN melakukan tindakan yang menguntungkan peserta/calon, dan 23 kasus ASN hadir dalam kampanye.
Ada pula 16 kasus ASN menggunakan atribut partai/peserta pemilu dan/atau membagikan alat peraga kampanye, 14 kasus ASN menjadi anggota partai politik, 10 kasis ASN menghadiri kegiatan peserta pemilu (non kampanye).
Lalu, sebanyak 2 kasus ASN mencalonkan diri sebagai Calon Legislatif namun belum mengundurkan diri sebagai ASN, dan satu kasus adalah keterlibatan ASN sebagai tim kampanye peserta Pemilu.
“Dari 165 pelanggaran tersebut, tindak lanjut dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) terhadap pelanggaran ASN berjumlah 24 kasus,” kata Bagja. (EPJ)