Oleh : Eko P |
Kiai Ma’ruf ditakzir (dihukum) untuk tidak dipilih karena telah melanggar Qanun Asasi dan baiat Nahdlatul Ulama.
Indonesiainside.id, Jakarta — Mundurnya Kiai Ma’ruf Amin (KMA) dari Rois Am Nahdlatul Ulama (NU) dan menjadi Cawapres menyisakan persoalan. Selain melanggar khittah NU, seorang Rois juga tidak diperkenankan mencalonkan jabatan apapun karena menabrak baiat atau melanggar sumpah.
“Pura-pura tidak tahu ya? Tidak sesederhana itu mas. Dalam Qonun Asasi NU, bab 16, pasal 51, ayat 4, ditegaskan secara eksplisit, bahwa Rois Am itu tidak boleh mencalonkan atau dicalonkan dalam jabatan apa pun,” ujar Prof Dr Ahmad Zahro, salah satu inisiator Komite Khitthah 26 Nahdlatul Ulama (KK26NU) kepada Duta.co, Minggu (10/3).
Ditambahkan lagi, posisi Kiai Ma’ruf saat menerima tawaran calon wakil presiden masih sebagai Rois Am, baru kemudian mundur. Sebenarnya sesuai etika dan akhlak NU, kapan pun mundur sudah tercela dan melanggar baiat.
“Lha KMA ini kan menerima tawaran dulu, baru kemudian mundur. Dan sebenarnya, sesuai etika dan akhlaq NU, mundur kapan pun, itu amat tercela dan melanggar bai’at. Sudah begitu sekarang (saat menjadi Cawapres 01) masih diangkat menjadi Mustasyar, ini bagaimana? Melalui mekanisme apa?,” lanjutnya.
Apalagi, lanjutnya, kemudian secara organisatoris struktural NU terang-terangan mendukung paslon 01, bahkan kampanye di mana-mana. “Masak tidak tahu. Kurang besar apa pelanggaran ini? Jelas-jelas menabrak khitthah NU,” ujar Imam Besar Masjid Nasional Al-Akbar ini.
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya ini juga siap menjelaskan jika ada nahdliyin yang belum paham dalam masalah ini. Komite Khitthah 26 Nahdlatul Ulama (KK26NU) didasari niat baik karena struktural NU saat ini sudah melanggar Qanun Asasi organisasi.
“Dzurriyyah muassis NU sekarang amat prihatin dengan kondisi struktural NU yang terang-terangan melanggar Qanun Asasi. Surat sudah beberapa kali kami layangkan, tapi tak satu pun direspons,” lanjutnya.
Keikhlasan dzurriyyah muassis NU untuk berusaha memperbaiki kondisi NU yang amat memprihatinkan ini. Struktur NU sekarang terang-terangan ngeblok, bahkan ikut kampanye untuk salah satu paslon.
“Ini jelas menyimpang dari khitthah. NU itu bukan parpol koq. Nah, setuju tidak?,” tanyanya.
Karenanya, lanjut dia, dalam setiap halaqah, dari 1 sampai 6, dirinya selalu mengingatkan dan menegaskan, bahwa KK26NU ini tidak ada sangkut pautnya dengan politik apa pun, netral. Karena itu jangan ada yang bicara pilpres dalam halaqah ini.
“Terkait adanya anggota yang mendukung salah satu paslon, itu semua sikap pribadi mereka. Jadi boleh dan sah-sah saja, asal tidak mengatasnamakan KK26NU. Sama-lah dengan semua orang lain, pasti punya kecenderungan dan pilihan pribadi,” tuturnya.
Terkait adanya takzir (hukuman) kepada Kiai Ma’ruf untuk tidak dipilih karena telah melanggar Qanun Asasi, itu bukan keputusan halaqah. Tapi asirasi peserta KK26NU, suara peserta yang rupanya mendapat respon positif sebagian besar peserta dan tentu menarik bagi media.
“Secara substansial (takzir) memang benar, dalam tradisi pesantren, santri yang salah itu harus ditakzir (dihukum). Nah KMA ini kan menurut peserta halaqah melanggar Qonun Asasi, maka ya harus ditakzir dengan cara tidak dipilih. Sederhana bukan?,” pungkasnya. (EPJ)