Oleh: Nurcholis |
Hamas mengumumkan pada hari Ahad bahwa ia tidak akan mengakui otoritas Shtayyeh karena, ia diangkat tanpa konsensus nasional.
Indonesiainside.id, Jakarta–Presiden Otorita Palestina (PA) Mahmoud Abbas menunjuk sekutunya Mohammad Shtayyeh sebagai Perdana Menteri hari Ahad (10/3), menurut seorang pejabat senior, dalam sebuah langkah yang dipandang sebagai upaya untuk terus meminggirkan kelompok Hamas.
Kantor berita China Xinhua mengutip laporan resmi Kantor Berita Palestina (WAFA) mengatakan, Mohammad Shtayyeh langsung membuat pernyataan tidak lama setelah menerima surat penunjukan dari Mahmoud Abbas untuk membentuk pemerintahan baru.
“Saya cukup sadar akan situasi yang kita lalui secara politis, ekonomi, dan finansial,” katanya.
Penugasan itu dilakukan setelah Komite Sentral Fatah merekomendasikan Shtayyeh, yang juga anggota komite, untuk mengganti posisi mantan Perdana Menteri Rami Hamdallah yang mengundurkan diri.
“Kami akan berusaha menciptakan Negara Palestina yang berdaulat dan merdeka dengan Baitul Maqdis (Jerusalem) sebagai ibu kotanya di daerah 1967 dan melanjutkan perjuangan kami untuk mendapatkan hak untuk kembali ke tanah Palestina,” kata Shtayyeh.
Beberapa analis berpendapat, Shtayyeh menggantikan Rami Hamdallah adalah bagian upaya Mahmoud Abbas meminggirkan lawan-lawan politiknya, gerakan perlawanan Hamas yang mengatur Jalur Gaza dan lebih banyak diterima rakyat Palestina.
Hamdallah mengumumkan pengunduran diri Kabinetnya pada Januari menyusul proposal dari Komite Sentral Fatah untuk membentuk pemerintahan baru.
Pemerintah Shtayyeh akan menjadi pemerintah Palestina ke-18 dalam sejarah Otoritas Palestina yang dibentuk sesuai dengan perjanjian damai Oslo yang ditandatangani antara Palestina dan rezim Zionis pada tahun 1993.
Dalam pidatonya, Shtayyeh memuji keterlibatan Abbas dalam ” melindungi Yerusalem dan Masjid al-Aqsha.”
Dia juga berjanji untuk melayani rakyat Palestina, memulihkan ketidakadilan dan mengembalikan martabat dan kehormatan mereka.
“Bukan hanya makanan yang dapat membawa kehidupan bagi kemanusiaan tetapi juga kebebasan, martabat, harga diri, toleransi, kritik konstruktif, dan semangat positif dalam menangani masalah dan kekhawatiran masyarakat, terutama di Gaza, Yerusalem dan Diaspora,” kata Shtayyeh.
Shtayyeh lahir tahun 1958 di Tepi Barat, mantan menteri pekerjaan umum dan perumahan di Otoritas Palestina. Dia juga seorang akademisi, pakar ekonomi, dan mantan anggota Palestina yang disebut tim negosiasi damai dengan rezim pendudukan.
Hamas, kelompok yang berkuasa di Jalur Gaza mengumumkan pada hari Ahad bahwa ia tidak akan mengakui otoritas Shtayyeh, karena ia diangkat tanpa konsensus nasional. (cak)