Indonesiainside.id, Jakarta – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) akan menyelidiki dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terkait perbudakan anak buah kapal (ABK) asal Indonesia di kapal Longxing 629.
Direktur Tindak Pidana Umum Polri Brigadir Jenderal Ferdy Sambo mengatakan telah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri terkait dugaan tersebut.
“Satgas TPPO Bareskrim akan segera memulai penyelidikan kasus tersebut,” kata Ferdy melalui pesan tertulis kepada Anadolu Agency, Jumat(8/5).
Polisi, lanjut dia, akan meminta keterangan 14 ABK tersebut setelah tiba di Indonesia dari Korea Selatan.
“Sore ini mereka baru akan sampai di Indonesia, dikarantina dulu 14 hari sesuai prosedur Covid-19, kemudian baru akan diperiksa secara virtual,” tutur Ferdy.
Sebelumnya, Ketua Serikat Pekerja Perikanan Indonesia-Korea Selatan Ari Purboyo mengklaim ada 18 WNI yang menjadi korban perbudakan di kapal Longxing 629 saat melaut dari Korsel menuju laut lepas untuk menangkap ikan.
ABK WNI mengonsumsi air laut yang disuling, sementara ABK China mengonsumsi air yang dibawa dari darat.
Mereka juga harus bekerja selama 18 jam per hari. Selain itu, para ABK mengaku gaji mereka belum dibayar.
“Berdasarkan perjanjian kerja ABK WNI akan mendapatkan gaji USD120 setiap bulannya,” kata Ari kepada Anadolu Agency.
Empat orang ABK meninggal dunia akibat sakit pada rentang September 2019 hingga Maret 2020.
Tiga jenazah di antaranya dikuburkan di laut (dilarung), sedangkan satu orang lainnya meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit di Busan, Korea Selatan.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah memanggil Duta Besar China untuk Indonesia terkait isu ini.
Menurut Retno, pelarungan jenazah telah berdasarkan persetujuan keluarga dari ABK yang bersangkutan.
Namun Indonesia memastikan akan tetap meminta Beijing menyelidiki kapal-kapal tersebut terkait perlakuan kerja terhadap ABK Indonesia.
Indonesia juga meminta agar hak-hak ketenagakerjaan pada ABK tersebut dipenuhi.(EP/aa)