Indonesiainside.id, Kuala Lumpur – Para pembela hak asasi manusia di Malaysia mengecam hukuman mati tidak berperasaan dan tidak manusiawi lewat video konferensi Zoom, terhadap seorang pria di Singapura, Kamis (21/5). Pria itu dituduh melakukan perdagangan narkoba pada saat perhatian seluruh dunia tertuju pada pandemi Covid-19.
Mahkamah Agung Singapura sebelumnya menghukum Punithan Genasan dari Malaysia dalam sidang pengadilan yang diadakan secara virtual, pada aplikasi video konferensi Zoom imbas lockdown terkait virus korona di negara itu. Pengacara terdakwa, Peter Fernando mengatakan kliennya berada di penjara, sementara Fernando dan jaksa ikut dalam persidangan dari berbagai lokasi.
Human Rights Watch (HRW) mengatakan penggunaan aplikasi Zoom untuk menyampaikan putusan itu membuatnya semakin buruk, menurut laporan AP. “Ini mengejutkan, para jaksa dan pengadilan sangat tidak berperasaan sehingga mereka gagal melihat bahwa seorang pria yang menghadapi hukuman mati harus memiliki hak untuk hadir di pengadilan untuk menghadapi penuduhnya,” kata Wakil Direktur HRW, Phil Robertson.
Dia mengatakan hal itu menimbulkan kekhawatiran tentang mengapa Singapura bergegas untuk menyelesaikan kasus ini melalui Zoom.
Dilansir dari Arab News, Amnesty International mendesak Singapura untuk menghapuskan hukuman mati, baik diumumkan melalui Zoom atau secara langsung.
Pengamat hukuman mati, Chiara Sangiorgio, mengatakan Singapura hanya satu dari empat negara yang saat ini mengeksekusi orang karena pelanggaran narkoba. “Pada saat perhatian global difokuskan pada penyelamatan dan perlindungan jiwa dalam pandemi, pengejaran hukuman mati semakin dibenci,” kata Sangiorgio.
Seorang juru bicara Mahkamah Agung mengatakan pengadilan telah melakukan dengar pendapat dan memberikan penilaian jarak jauh untuk meminimalkan penyebaran virus. Juru bicara itu, membenarkan kasus Genasan adalah yang pertama di Singapura, di mana hukuman mati diputuskan dengan sidang jarak jauh.
“Ini adalah pengaturan yang dibuat oleh pengadilan, dengan audiensi penting yang dilakukan melalui Zoom. Kami tidak punya keluhan,” kata Fernando, Rabu (20/5). Dia mengatakan akan bertemu Genasan Jumat (22/5) hari ini, untuk membahas banding.
Pengadilan Singapura memutuskan bahwa Genasan, 37, terlibat dalam perdagangan narkoba pada Oktober 2011. Dokumen-dokumen pengadilan mengatakan hakim mendapati ia merekrut dua kurir narkoba dan mengarahkan mereka untuk mengangkut dan mengirim 28,5 gram heroin.
Singapura menerapkan hukuman mati untuk sejumlah pelanggaran termasuk perdagangan narkoba, pembunuhan, penculikan, berperang melawan pemerintah dan penggunaan senjata api. Negara ini mempertahankan hukuman mati sebagai pencegah kejahatan paling serius. Sebagian besar kasus terkait dengan narkoba.
Human Rights Watch mengatakan hukuman mati sudah kejam dan tidak manusiawi, dan penggunaan Zoom untuk mengumumkannya membuatnya semakin buruk. (CK)