Indonesiainside.id, Jakarta – Pada 12 Juli 1974 silam, Presiden kedua RI, HM Soeharto, meresmikan pabrik sepeda milik Induk Koperasi Pegawai Negeri (IKPN) di Batu Ceper, Tangerang. Pabrik sepeda itu memproduksi sepeda dengan merek Turangga.
Dalam pidato peresmian, Soeharto mengatakan, pembangunan pabrik sepeda itu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai alat pengangkutan sederhana. Perlu diketahui, sepeda pada zaman itu sangat berguna sebagai alat transportsi masyarakat.
“Sepeda itu akan memenuhi kebutuhan rakyat kecil, termasuk Pegawai Negeri golongan rendah di daerah-daerah, sepeda itu sangat berguna,” tulis sejarawan Anhar Gonggong dalam R.P. Soeroso: Dokumen-dokumen Terbatas tentang Dirinya.
Rupanya, Soeharto memiliki cita-cita khusus saat memberikan merek sepeda itu Turangga atau kuda. Ia ingin Turangga menjadi alat transportasi yang bisa dinikmati secara luas.“Karena itu, saya beri nama pabrik ini sepeda Turangga dengan menggunakan kepala kuda sebagai mereknya. Mudah-mudahan dapat dikenal di mana-mana,” kata Soeharto dikutip Ahmad Arif, editor buku ‘Melihat Indonesia dari Sepeda’.
Arif mengatakan, Soeharto hendak menganalogikan Turangga sebagai salah satu dari lima tolak ukur kemakmuran seorang priayi, selain wisma (rumah), wanita (istri), kukilo (burung) sebagai hiburan, dan curigo (keris).
Delapan bulan kemudian, tepatnya 12 Maret 1075, Seoharto menerima 33 sepeda Turangga dari pimpinan IKPN yang didampingi Direktur Jenderal Koperasi, Ir. Ibnu Soedjono, dan Direktur Jenderal Perindustrian Ringan, Soegin Soemodarsono. Sepeda-sepada itu terdiri dari 14 buah sepedan khsusus wanita, 11 sepeda pria, enam sepeda sport model, dan satu sepeda olahraga yang didedikasikan untuk yang memiliki riwayat penyakit jantung, dan satu kursi roda. Soeharto kemudian menjajal sepeda itu di halaman depan Bina Graha.
“Kepala Negara berpesan agar produksi pabrik sepedan ini kiranya dapat disesuaikan dengan permintaan pasar. Dia menganjurkan agar sepeda dapat dijadikan alat penghubung di daerah perdesaan,” demikian disebut dalam Jejak Langkah Pak harto 27 Maret 1973-23 Maret 1978.
Namun sayangnya, nsib sepedan Turangga tidak segagah namanya. “Hanya enam tahun sejak ddiresmikan, pabrik sepeda Turangga akhirnya dijual karena terus menerus merugi,” tulis Arif. (Msh)