Indonesiainside.id, Jenewa-–Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres mendesak Israel untuk segera membatalkan rencana untuk mencaplok wilayah Tepi Barat. Dia mengingatkan bahwa hal itu akan menjadi pelanggaran paling serius terhadap hukum internasional Selasa (23/6).
Desakan itu datang, menjelang pertemuan dua kali setahun tentang konflik Israel-Palestina. Beberapa menteri dikabarkan akan ikut ambil bagian dalam pertemuan itu, atas permintaan Liga Arab.
Guterres mengatakan bahwa pencaplokan Israel akan menghancurkan untuk harapan negosiasi baru dan akhirnya solusi dua negara. “Saya menyerukan Israel untuk membatalkan rencana pencaplokannya,” katanya dalam laporan. “Langkah seperti itu akan mengancam upaya untuk memajukan perdamaian regional,” tambahnya.
“Jika diterapkan, ini akan menjadi pelanggaran paling serius terhadap hukum internasional, termasuk Piagam PBB,” tambah Guterres. “Ini akan menjadi malapetaka bagi Palestina, Israel dan wilayah itu.”
Pertemuan Dewan Keamanan PBB, yang akan diadakan lewat konferensi video, akan menjadi pertemuan internasional besar terakhir tentang masalah tersebut sebelum batas waktu 1 Juli.
“Setiap keputusan tentang kedaulatan hanya akan dibuat oleh pemerintah Israel,” kata Utusan Israel untuk PBB, Danny Danon pada Selasa (23/6) dalam sebuah pernyataan, yang dilansir oleh Channel News Asia.
Para diplomat yang berbicara dengan syarat anonim mengatakan sebagian besar anggota PBB akan kembali menentang rencana Israel. “Kami harus mengirim pesan yang jelas,” katanya, seraya menambahkan bahwa tidak cukup hanya mengutuk kebijakan Israel, dan meningkatkan kemungkinan kasus di hadapan Pengadilan Internasional.
Namun, para diplomat tampaknya mengesampingkan gagasan bahwa Israel dapat menghadapi sanksi atas tindakan tersebut, seperti yang diberlakukan oleh negara-negara tertentu setelah pencaplokan Krimea oleh Rusia.
“Setiap pencaplokan akan memiliki konsekuensi yang cukup besar untuk solusi dua negara dalam proses perdamaian,” kata duta besar lain dengan syarat anonimitas. Namun utusan itu menambahkan bahwa itu bukan tugas sederhana untuk membandingkan Tepi Barat dengan Krimea.
“Di satu negara, Anda memiliki tetangga yang pada dasarnya menyerbu. Di negara lain, Anda memiliki situasi politik yang sangat panjang, berkelanjutan, dan cukup rumit,” pungkas utusan itu. (NE)