Indonesiainside.id, Miami – Seorang wanita Muslim berusia 18 tahun ditangkap saat aksi protes Black Lives Matter (BLM) baru-baru ini di Amerika Serikat (AS), dan dipaksa untuk melepas jilbabnya, dan dia tidak diizinkan mengenakannya kembali selama beberapa jam. The New York Times melaporkan, Alaa Massri termasuk di antara para pengunjuk rasa yang menggelar aksi di lokasi dua patung Christopher Columbus dan Juan Ponce de León dekat Bayside Market, Miami pada 10 Juni lalu.
please take your time to donate or sign petitions for alaa massri.
she’s an 18 yr old muslim woman who was a medic of a team of protesters at a #BlackLivesMatter movement in miami on june 10th. she was unlawfully arrested and assaulted by 6-8 cops while trying to protect other+ pic.twitter.com/s7zyEvFE84— malak loves louis ◟̽◞̽²⁸||🇪🇬 (@stvlcss) June 20, 2020
Selama demonstrasi, petugas polisi membentuk pagar betis untuk mencegah pengunjuk rasa mengambil alih jalan. Polisi mengklaim bahwa Massri menjadi marah ketika seorang petugas menariknya untuk keluar dari jalan.
Menurut Hassan Shibly, Direktur Eksekutif CAIR Florida, sebuah organisasi kebebasan sipil dan advokasi, Massri ditangkap dan didakwa menentang seorang petugas dengan kekerasan, dan berperilaku tidak tertib. Dia dibawa ke pusat Rehabilitasi Miami County, di mana petugas melepaskan jilbabnya secara paksa untuk sesi foto profil. “Dia difoto secara salah dan tidak konstitusional tanpa jilbabnya, dan itu dapat diakses oleh banyak media,” katanya.
Sementara itu Omar Saleh, seorang pengacara untuk Dewan Hubungan Amerika-Islam, sebuah kelompok kebebasan Muslim dan kelompok advokasi, juga mengecam insiden itu. Dia mengatakan bahwa melepas secara paksa jilbab, yumalke, atau turban, adalah pelanggaran berat kebebasan beragama.
“Itu tidak terisolasi. Kami sudah pernah mendengarnya sebelumnya, dan ada gugatan hukum yang diajukan di seluruh negara untuk menetapkan praktik ini sebagai tidak konstitusional,” kata Saleh, mengutip beberapa yurisdiksi di California dan Portland, Maine. “Ini bukan perlakuan yang unik bagi umat Islam, tetapi itu adalah satu di mana perempuan Muslim yang mengenakan jilbab tentu menanggung beban terbesar.”
Sebelumnya, seorang wanita Muslim, mengajukan gugatan perdata federal di Yonkers, New York, pada bulan April di mana dia mengatakan dia dipaksa melepas jilbabnya saat melakukan foto profil di kepolisian tahun lalu. Malkawai ditangkap karena tuduhan palsu, yang kemudian terbukti tanpa dasar. Dia ditahan tanpa jilbabnya selama 36 jam.
Menurut Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR), sebuah kelompok advokasi Muslim terkemuka, bahwa jumlah insiden Islamofobia di Amerika Serikat meningkat, setelah pemilihan Presiden Donald Trump. Para kritikus mengatakan bahwa retorika dan kebijakan Trump terhadap Muslim sebelum dan sesudah pemilihannya menguatkan kelompok-kelompok sayap kanan dan mempromosikan kejahatan kebencian anti-Muslim di seluruh negeri.
Dilansir dari Press TV, beberapa ulama mengatakan larangan perjalanan Trump pada orang-orang dari beberapa negara mayoritas Muslim bertujuan menyebarkan Islamofobia dan menjelek-jelekkan Muslim. (NE)