Indonesiainside.id, Ankara – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengecam kritikan Amerika dan Yunani atas rencana Turki untuk mengubah museum ikonik Hagia Sophia di Istanbul menjadi masjid. Hagia Sophia adalah warisan turun-temurun dari Sultan Muhammad Al-Fatih dari kekhalifahan Utsmaniyah dan itu adalah masalah kedaulatan nasional Turki dan bukanlah urusan internasional.
“Tuduhan terhadap negara kami terkait Hagia Sophia merupakan serangan langsung terhadap hak-hak kedaulatan kami. Jangan ganggu kedaulatan kami,” ujar Erdogan dalam upacara pembukaan masjid lain di Istanbul, Jumat(3/7).
“Kami akan terus melindungi hak-hak Muslim, agama mayoritas di negara kami, dan semua umat dari agama lain,” tambahnya.
Rencana pemerintah Turki tersebut menarik reaksi dari beberapa negara, termasuk Yunani dan Amerika Serikat (AS), yang mendesak Turki untuk mempertahankan status monumen bersejarah itu sebagai museum.
Dewan Negara Turki pada Kamis (2/7) mengatakan akan mengumumkan putusan tentang nasib Hagia Sophia yang sudah berusia 1.500 tahun dalam 15 hari ke depan.
Monumen yang awalnya merupakan katedral dan kemudian beralih fungsi menjadi masjid oleh kekhalifahan Utsmaniyah itu diubah menjadi museum pada 1935 silam oleh tokoh sekuler Mustafa Kemal Attaturk.
Langkah Erdogan Didukung Umat Muslim Lainnya
Gabungan ormas Malaysia menyatakan dukungan pengalihfungsian Museum Hagia Sophia di Istanbul menjadi tempat ibadah bagi umat Islam.
“Hagia Sophia adalah masjid dan harus dihormati sebagai masjid,” ungkap Presiden Majelis Syura Ormas-ormas Islam Malaysia (MAPIM) Mohd Azmi Abdul Hamid di media sosial.
Mohd Azmi mengecam kritikan Amerika Serikat (AS) dan Yunani soal rencana Turki yang akan memfungsikan Hagia Sophia sebagai tempat beribadah.
Uni Eropa dan AS harus menarik diri dari masalah ini. Karena memfungsikan Hagia Sophia kembali menjadi rumah Allah adalah hak umat Islam di Turki. “Hak umat Islam selalu dihalang-halangi,” ujar dia.
Otoritas Turki berulang kali menegaskan situs bersejarah warisan turun-temurun dari Sultan Muhammad Al-Fatih itu adalah masalah kedaulatan nasionalnya, bukanlah urusan internasional.
Menanggapi kritikan AS tentang kebebasan beragama di Turki, Jubir Kementerian Luar Negeri Turki Hami Aksoy mengatakan “Hagia Sophia adalah milik Republik Turki dan semua urusan administrasinya adalah masalah internal Turki.”
Pejabat Turki menekankan mereka akan terus melindungi warisan dari Muhammad al-Fatih penakluk Konstantinopel atau Istanbul itu dengan baik.
Turki juga menyoroti peningkatan kasus Islamofobia, anti-Semitisme, rasisme, dan xenophobia di AS.
Otoritas Turki juga menolak semua pernyataan inkonsisten yang menyerang tapi tidak mendasar serta meminta AS untuk fokus pada urusan internalnya pada kebebasan beragama dan hak asasi manusia.
“Urus saja masalah kalian sendiri,” tegasnya.
Hagia Sophia digunakan sebagai gereja selama 916 tahun.
Pada 1453, bangunan itu diubah menjadi masjid oleh Kekhalifahan Utsmaniyah Sultan Muhammad Al-Fatih II ketika kesultanan menaklukkan Istanbul.
Setelah restorasi selama era Utsmaniyah dan penambahan menara oleh arsitek Mimar Sinan, Hagia Sophia menjadi salah satu karya terpenting arsitektur dunia.
Di bawah Republik Turki, bangunan itu kemudian menjadi museum.
Presiden Recep Tayyip Erdogan menegaskan bahwa Utsmaniyah mengubah bangunan itu menjadi masjid, bukan meruntuhkannya.(EP/XH/AA)