Indonesiainside.id, New York – Penelitian Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) yang dirilis pada April lalu melaporkan, ada 398 infeksi Covid-19 pada anak di bawah satu tahun, atau setara kira-kira 0,3 persen dari semua kasus di Amerika Serikat (AS). Peneliti juga menemukan bahwa sebagian besar dari kasus-kasus ini nampak ringan.
Sebuah ulasan baru-baru ini yang diterbitkan dalam Italian Journal of Pediatrics yang mengamati bayi hingga usia enam bulan, menemukan bahwa mereka yang terinfeksi biasanya hanya menunjukkan sedikit batuk, pilek, atau demam, yang biasanya hilang dalam seminggu atau lebih. Penelitian lain menunjukkan reaksi minor yang serupa.
Pertanyaannya adalah, mengapa bisa begitu?
Salah satu hipotesis yang populer, berfokus pada seberapa mudah virus corona dapat memperoleh akses ke jaringan tubuh. Infeksi terjadi ketika partikel-partikel virus, SARS-CoV-2, memasuki sel manusia melalui reseptor yang disebut ACE2 dan membajak mesin sel tersebut untuk membuat salinannya sendiri. Salinan ini kemudian menyerang sel-sel baru.
Pemikirannya adalah bahwa sel-sel bayi hanya memiliki sedikit reseptor ACE2, sedangkan sel-sel dari orang tua mungkin menyimpan ribuan. Dengan lebih sedikit titik masuk yang tersedia pada bayi, mungkin akan lebih sulit bagi virus untuk menerobos. Atau, sistem kekebalan bayi mungkin terlalu tidak matang untuk menyerang SARS-CoV-2.
Mengingat bahwa sebagian besar kerusakan pada kasus Covid-19 yang parah, tampaknya disebabkan oleh respon imun yang terlampau kuat, sehingga dengan ketidakmatangan itu, imun dapat bekerja sesuai keinginan bayi. Namun, meskipun bayi tampak tangguh terhadap Covid-19, mereka mungkin berada pada risiko yang sedikit lebih tinggi daripada anak yang lebih tua.
Data awal dari Tiongkok menunjukkan bahwa 10,6 persen anak-anak yang terinfeksi yang lebih muda dari satu tahun, mendapatkan kondisi parah atau kritis. Dan angka tersebut menurun secara dramatis seiring bertambahnya usia.
“Ini adalah pergerakan yang terjadi antara virus dan sistem kekebalan tubuh kita sendiri,” kata Rana Chakraborty, seorang spesialis penyakit menular anak di Mayo Clinic. Jika pertahanan tubuh bereaksi terlalu sedikit, virus akan dapat mengambil alih. Namun, reaksi berlebihan bisa sama mematikannya. Jadi anak-anak yang lebih tua dari sekitar satu tahun mungkin berada di titik yang tepat diantara bayi yang sistem kekebalannya belum sepenuhnya menendang, dan orang dewasa yang pertahanannya kadang-kadang terlalu bersemangat.
Memang, studi CDC pada April lalu juga menemukan bahwa bayi yang berusia kurang dari satu tahun merupakan persentase tertinggi rawat inap di antara anak kecil. Tetapi Leena B Mithal, seorang spesialis penyakit menular anak di Northwestern University, berpendapat bahwa kecenderungan ini bisa saja karena semua bayi yang baru lahir dibawa ke rumah sakit secara rutin menjalani pemeriksaan penuh untuk memastikan mereka tidak memiliki infeksi bakteri yang mendasarinya.
Mithal melakukan penelitian yang melibatkan 18 bayi di bawah 90 hari yang dites positif SARS-CoV-2 di Rumah Sakit Anak Ann & Robert H Lurie, Chicago, dan menemukan bahwa meskipun setengah dari bayi dirawat di rumah sakit, tidak ada yang memerlukan perawatan intensif. “Saya pikir itu meyakinkan, bahwa bayi muda sebenarnya mungkin tidak secara khusus berisiko lebih tinggi dari penyakit parah dan kritis, karena kami awalnya khawatir,” kata Mithal.
Meskipun beberapa detail masih perlu ditambahkan, jelas bahwa bayi secara unik tangguh terhadap Covid-19. Ini adalah sebuah temuan yang dapat membantu upaya pengembangan pengobatan. Para ilmuwan mengidentifikasi obat yang menghalangi jalur inflamasi tertentu dalam tubuh, dan beberapa di antaranya dalam uji klinis pada pasien Covid-19. Kemungkinan lain adalah bahwa obat yang menargetkan reseptor ACE2 dapat menjadi kunci untuk vaksin atau pengobatan.
Para ilmuwan juga berhipotesis bahwa anak-anak mungkin baru saja terinfeksi dengan virus corona lain, yang dapat memberikan antibodi lintas-pelindung. Atau mungkin jawabannya adalah fakta bahwa bayi dan anak yang lebih besar sering belum memiliki masalah kesehatan yang mendasarinya.
“Itu akan memberi mereka awal yang lebih baik, setidaknya secara biologis,” kata Aimee Ferraro, anggota senior Fakultas Inti di School of Health Sciences di Walden University.
Tingginya tingkat kasus ringan pada anak yang terinfeksi tampaknya menjanjikan, baik bagi para peneliti yang ingin menargetkan pengobatan, dan orang tua yang cemas. “Namun data tetap terbatas, dan para ahli terus berhati-hati. Penting untuk diingat bahwa kita tidak tahu konsekuensi jangka panjang Covid-19,” kata Ferraro.
Ketidaktahuan ini terbukti dalam sejumlah kasus di mana anak-anak awalnya menjadi sakit ringan dengan penyakit ini. Gejala ini kemudian mengembangkan kondisi yang berpotensi mengancam jiwa yang dikenal sebagai sindrom inflamasi multisistem pada anak-anak, atau MIS-C, kondisi di mana berbagai organ menjadi meradang.
Meskipun fenomena ini sebagian besar terjadi pada anak-anak yang lebih tua dari satu tahun, Mithal berpendapat bahwa terlalu dini untuk mengatakan apakah bayi dapat mengembangkannya atau tidak. “Orang tua harus menyadari bahwa penting untuk melindungi anak-anak, bukan hanya dari infeksi itu sendiri, tetapi juga dari sindrom pascainflamasi ini,” kata Asif Noor, asisten profesor klinis pediatri di New York University, yang mengkhususkan diri pada penyakit menular di kalangan anak-anak.
Dengan mengingat peringatan itu, ia menyarankan agar orang tua membatasi pengunjung selama beberapa bulan pertama bayi. Ia meminta agar setiap orang, bahkan mereka yang tidak menunjukkan gejala, tetap menjaga jarak, dengan berdiri setidaknya dua meter dari bayi yang baru lahir.
“Saya pikir ini normal baru,” kata Noor, yang dilansir laman scientificamerican.com. (NE)