Indonesiainside.id, Ankara – Kerja sama antara Uni Emirat Arab (UAE) dan Israel telah dimulai dengan dibukanya kantor pusat Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) di Kota Masdar pada 2008.
Di balik kedok menghadiri pertemuan PBB, perwakilan diplomatik dan menteri Israel selama bertahun-tahun melakukan perjalanan ke Abu Dhabi dan menemui rekan-rekan sejawatnya untuk membahas kepentingan bersama.
Kedok itu akhirnya tersingkap pada 13 Agustus, ketika kesepakatan untuk menormalisasi hubungan Israel-UEA dicapai selama diskusi via telepon antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dan Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohammed Bin Zayed.
Perjanjian IRENA yang dirancang pada 2013 mewajibkan negara tuan rumah untuk memfasilitasi para anggotanya yang ingin mengirim misi permanen ke organisasi tersebut.
Pada 2015, delegasi dari Kementerian Luar Negeri Israel yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Dore Gold berpartisipasi dalam pertemuan Dewan IRENA di bawah sorotan media.
Kedua negara, bagaimanapun, mengeluarkan pernyataan resmi bahwa kunjungan ini tak mencerminkan perubahan sikap mereka.
Menurut Sigurd Neubauer, pengamat kebijakan AS terhadap Semenanjung Arab, normalisasi hubungan sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 2006, ketika anggota parlemen Amerika berusaha mencegah Dubai Port World milik UEA untuk mengelola enam pelabuhan AS, termasuk New York, Newark, Baltimore, dan Miami.
“Meskipun UEA akhirnya menarik tawarannya, Abu Dhabi rupanya dikejutkan oleh oposisi kuat Kongres yang kemudian meluncurkan kampanye besar-besaran untuk meyakinkan para pembuat kebijakan Washington bahwa UEA bukan hanya sekutu AS yang dapat diandalkan, tetapi juga berbagi kepentingan strategis Washington, yang rupanya mencakup urusan Israel,“ tulis Neubauer dalam makalah penelitiannya yang dirilis oleh International Institute for Middle-East and Balkan Studies (IFIMES) yang berbasis di Slovenia.
Ketika UEA mengajukan diri menjadi tuan rumah markas besar IRENA, UEA juga melibatkan komunitas Yahudi-Amerika untuk memastikan tidak ada oposisi Kongres.
Dukungan lobi Yahudi
Dukungan lobi Yahudi yang kuat di AS membantu India dan UEA untuk menandatangani Perjanjian 123 dengan Washington pada tahun 2008 dan 2009.
Perjanjian tersebut memungkinkan kedua negara untuk mendapatkan cara, bahan, dan peralatan nuklir dari AS dan sekutunya.
“Sebagai bagian dari perjanjian, UEA berkomitmen untuk menghentikan pengayaan uranium domestik dan pemrosesan ulang bahan bakar bekas. Sebelum menandatangani Perjanjian 123, para pejabat Emirat juga telah meyakinkan lembaga pertahanan Israel bahwa program nuklir sipil mereka akan sejalan dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dan bahwa programnya akan sepenuhnya transparan,” tambah Neubauer.
Pada 2009, Defense News melaporkan bahwa Israel telah mengizinkan beberapa negara GCC, termasuk UEA, untuk mengakses satelit Eros B buatan Israel dan citra resolusi tingginya untuk tujuan komunikasi, keamanan dalam negeri, dan teknologi sipil untuk melawan terorisme.
Menurut WikiLeaks, di tahun yang sama, penasihat politik misi AS di Tel Aviv Marc Sievers menyebutkan bahwa ada dialog rahasia dan terus-menerus antara Israel dan negara-negara Teluk.
Sievers mengungkapkan Menteri Luar Negeri Israel Tzipi Livni dan Menteri Luar Negeri UEA Abdullah Ibn Zayid menjalin hubungan baik. Namun, keduanya tidak menunjukkannya di depan umum.
Hubungan memburuk
Pada 2010, hubungan kedua negara memanas setelah UEA menuding agen rahasia Israel Mossad membunuh pemimpin Hamas Mahmoud al-Mabhouh dalam operasi rahasia di Dubai.
Setahun sebelumnya, tim Mossad dilaporkan mencoba meracuni pemimpin Hamas, yang kemudian jatuh sakit secara misterius tetapi akhirnya sembuh, dan tidak pernah sadar bahwa dia telah diracuni oleh agen Israel.
Menurut jurnalis Israel Yossi Melman yang menulis tentang urusan intelijen, seorang diplomat Israel Bruce Kashdan berada di UEA saat insiden itu terjadi.
Masalah tersebut menciptakan perselisihan antara UEA-Israel. Namun iming-iming teknologi nuklir dan ancaman dari Iran kembali mempererat keduanya.
Awal November 2016, Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon melakukan kunjungan rahasia ke UEA untuk menghadiri konferensi sebagai ketua komite hukum PBB. Kunjungannya dilakukan dengan pengamanan yang ketat, untuk menghindari penolakan publik.
Perpustakaan, yang dikelola oleh American-Israel Cooperative Enterprise (AICE), menyebutkan bahwa pada Oktober 2018, Menteri Kebudayaan dan Olahraga Israel Miri Regev menjadi pejabat Israel pertama yang mengunjungi Masjid Agung Sheikh Zayed di Abu Dhabi.
Kunjungan rahasia Netanyahu
Tak lama setelah kunjungan Regev, Menteri Komunikasi Israel Ayoub Kara juga berkunjung ke Dubai untuk konferensi telekomunikasi.
Setahun kemudian, Menteri Luar Negeri Israel Yisrael Katz melakukan kunjungan mendadak ke Abu Dhabi, di mana dia membahas “ancaman Iran” dengan pejabat tingkat tinggi Emirat.
Surat kabar Yisrael Hayom bahkan mengklaim bahwa Netanyahu paling tidak telah berkunjung dua kali ke UEA selama dua tahun terakhir, didampingi oleh Kepala Dewan Keamanan Nasional Israel Meir Ben-Shabbat yang mempelopori negosiasi.
Pada 17 Desember 2019, Gedung Putih menjadi tuan rumah pertemuan trilateral rahasia yang dihadiri oleh Penasihat Keamanan Nasional Israel Meir Ben-Shabbat dan Duta Besar UEA untuk AS Yousef al Otaiba.
Mereka membahas kerja sama melawan Iran dan rancangan pakta non-agresi sebagai sebuah langkah menuju hubungan diplomatik penuh.
Tahun lalu, surat kabar Inggris The Guardian melaporkan bahwa AGT International milik Mati Kochavi, menyediakan gerbang elektronik dan peralatan pengintaian senilai USD800 juta untuk melindungi perbatasan dan ladang minyak UEA. Pejabat Emirat menggambarkan ini sebagai keputusan non-politik yang dimotivasi oleh kepentingan keamanan nasional.
Setelah pandemi Covid-19 menyerang dunia, Etihad Airways melakukan pendaratan pertamanya di Bandara Tel Aviv pada 19 Mei 2020 dengan membawa bantuan medis seberat 14 ton untuk warga Palestina.
Otoritas Palestina, bagaimanapun, menolak untuk menerima bantuan karena datang melalui Israel.
Sebulan kemudian, pesawat Etihad Airlines kedua kembali membawa persediaan medis, yang secara mencolok menampilkan logo Etihad dan bendera UEA. Pasokan tersebut diyakini telah ditransfer ke PBB untuk didistribusikan di Jalur Gaza.
Kerja sama dalam bidang kesehatan dan pertahanan
Menjelang pengumuman hubungan diplomatik penuh, Netanyahu menyatakan bahwa kementerian kesehatan kedua negara akan bekerja sama dalam penelitian dan pengembangan proyek terkait Covid-19.
Israel Aerospace Industries juga menandatangani perjanjian kerja sama dengan Grup 42 yang berbasis di Abu Dhabi pada 2 Juli 2020 untuk mempromosikan penelitian dan pengembangan teknologi dalam memerangi pandemi.
Hubungan yang menghangat antara Israel dan UEA telah membantu orang-orang Yahudi di negara Teluk itu keluar dari bayang-bayang.
“Setelah bertemu di rumah satu sama lain secara bergantian selama bertahun-tahun, ekspatriat di berbagai bidang, seperti keuangan, hukum, energi, dan berlian pun mulai berani menyewa vila untuk berbisnis dan ibadah bersama,” kata Ross Kriel, seorang pemimpin komunitas Yahudi.
UEA adalah negara Arab ketiga yang secara resmi menormalisasi hubungan dengan Israel, setelah Yordania dan Mesir.
Media Israel baru-baru ini melaporkan bahwa para pejabat senior Israel melakukan diskusi lanjutan dengan Bahrain, yang menyambut baik langkah UEA, atas kesepakatan serupa.
Pengamat pun menyimpulkan bahwa langkah UEA menunjukkan kerentanan hubungan negara-negara Teluk, yang merasa bahwa keberlangsungan hidup mereka akan terjamin hanya jika mereka di pihak yang sama dengan Washington dan sekutu terdekatnya di kawasan tersebut.(EP/AA)