Indonesiainside.id, Jakarta – Pemerintah Jerman memperingatkan pemimpin Thailand, Raja Maha Vajiralongkorn untuk tidak mencoba menjalankan negaranya dari Jerman, karena protes terhadap monarki sedang berlangsung di negerinya.
Thailand menghadapi gelombang protes anti-pemerintah melibatkan puluhan ribuan orang yang berbondong-bondong ke jalan-jalan menyerukan reformasi monarki. Namun, Raja Maha Vajiralongkorn terlihat menghabiskan sebagian besar waktunya di negara bagian Bavaria, Jerman, di mana dia menyewa seluruh hotel mewah untuk rombongannya.
“Kami telah menegaskan bahwa Thailand tidak boleh dijalankan dari tanah Jerman,” kata Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas pekan lalu, lansir Vnxpress, Senin(12/10). “Jika ada tamu yang memilih menjalankan urusan publiknya dari negara kami, kami akan mencegahnya.”
Juru bicara Menteri Luar Negeri Jerman mengungkapkan kemarahan para pejabat Jerman yang semakin meningkat terhadap tamu-tamunya dari kerajaan Thailand yang memilih berlama-lama di negerinya dan bermewah-mewahan saat negaranya dilanda protes masyarakat.
Anggota parlemen Frithjof Schmidt dari oposisi Partai Hijau pernah bertanya di parlemen Jerman: “Mengapa pemerintah Jerman mentolerir perilaku yang sangat tidak biasa ini – dan menurut saya itu ilegal, ketika seorang kepala negara asing menjalankan administrasi politik di tanah Jerman? “.
Raja Vajiralongkorn, 68, lebih memilih untuk tinggal di Jerman daripada Thailand. Ketidakhadirannya memicu gerakan anti-monarki di Thailand, karena serangkaian berita utama negatif tentang dirinya juga muncul di pers Jerman.
Selama blokade anti-Covid-19 tahun ini, Vajiralongkorn diizinkan melakukan perjalanan ke dan dari Jerman sesuka hati meskipun ada larangan terbang dengan pesawat Boeing 737 miliknya.
Di musim panas, dia dikatakan telah mengampuni mantan Pangeran Phi , yang ditahan di Thailand, dan juga membawanya ke Bavaria dengan jet pribadi. Dia memiliki sebuah vila di tepi danau tetapi memilih untuk tinggal di Hotel Sonnenbichl di Pegunungan Alpen dengan rombongan yang diyakini termasuk beberapa selir lainnya.
Warga Thailand telah lama dilarang berbicara negatif tentang keluarga kerajaan dan menghadapi ancaman hukuman 15 tahun penjara jika melakukannya. Namun, kini semakin banyak pengunjuk rasa yang mendukung demokrasi meskipun ada undang-undang yang melarang mempersoalkan monarki.(EP)