Indonesiainside.id, Jakarta – Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara ditahan KPK karena kasus korupsi bantuan sosial atau bansos untuk Jabodetabek. Ironisnya, Juliari pernah mengkritik Gubernur Anies Baswedan soal penyaluran bansos tersebut.
Kini, Juliari justru tertangkap tangan dalam operasi KPK diduga menerima suap dengan nilai total Rp17 miliar. KPK menduga Juliari meminta fee Rp10 ribu per paket bansos senilai Rp300 ribu untuk kawasan Jabodetabek.
Bagaimana dengan wilayah lainnya? Karena bansos ini disalurkan untuk membantu masyarakat di seluruh Indonesia. Masyarakat masih menanti upaya KPK mengusut tuntas kasus ini.
“Maling 17 milyar…? Itu dimakan sendiri atau bagi bagi…?,” ujar Ustaz Tengku Zulkarnain, ulama dan pendakwah yang juga mantan Wasekjen MUI, di Twitternya, dikutip Senin(7/12).
Pendakwah yang memiliki banyak pengikut ini mendukung upaya KPK mengusut tuntas kasus ini.
“Ayo KPK usut tuntas. Mengalir ke mana saja…Rakyat menunggu…,” sambungnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara (JPB) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemensos Adi Wahyono (AW) terkait kasus korupsi bantuan sosial untuk wilayah Jabodetabek 2020.
“Untuk kepentingan penyidikan maka KPK telah melakukan penahanan kepada dua orang tersangka tersebut selama 20 hari terhitung mulai 6 Desember sampai 25 Desember 2020,” kata Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Ahad (6/12).
Tersangka Juliari ditahan di Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur Jakarta.
Sementara tersangka Adi ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat. Sebagai bentuk pencegahan Covid-19, kedua tersangka akan menjalani isolasi mandiri terlebih dahulu selama 14 hari di Rutan Cabang KPK di Gedung ACLC/Gedung KPK lama.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan perkara tersebut diawali adanya pengadaan bansos penanganan COVID-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan 2 periode.
“JPB (Juliari P Batubara)selaku Menteri Sosial menunjuk MJS (Matheus Joko Santoso) dan AW (Adi Wahyono) sebagai Pejabat Pembuat Komitmen) dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan,” ungkap Firli.
Diduga disepakati adanya “fee” dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS.
“Untuk “fee” tiap paket bansos di sepakati oleh MJS dan AW sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu per paket bansos,” tambah Firli.
Selanjutnya Matheus dan Adi pada Mei sampai dengan November 2020 membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan yang diantaranya Ardian IM, Harry Sidabuke dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga milik Matheus.
“Penunjukan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui JPB dan disetujui oleh AW,” ungkap Firli.
Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima “fee” Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari Batubara melalui Adi dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.
“Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh EK (Eko) dan SH (Shelvy N) selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi JPB (Juliari Peter Batubara),” lanjut Firli.
Untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang “fee” dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari.
Dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Sabtu, 5 Desember di beberapa tempat di Jakarta, petugas KPK mengamankan uang dengan jumlah sekitar Rp14,5 miliar dalam berbagai pecahan mata uang yaitu sekitar Rp11, 9 miliar, sekitar 171,085 dolar AS (setara Rp2,420 miliar) dan sekitar 23.000 dolar Singapura (setara Rp243 juta).(EP)