Sikap jujur bisa dikatakan sebagai induk kebaikan. Sebaliknya, dusta atau bohong adalah induk dari semua bentuk kemaksiatan. Milikilah induk kebaikan ini, karena ia menjadi bekal dalam upaya meniti surga-Nya.
Sebuah kisah, ada seorang anak kecil yang keluar menggembalakan kambingnya di sebuah perkampungan. Namun anak ini iseng dan gemar membuat kehebohan. Jika dicontohkan pada zaman teknologi digital ini, mungkin sama seperti kehebohan yang digemari anak-anak sekarang di media sosial. Berdusta dipandang tak masalah, yang penting heboh, jadi tontonan, dan lawakan yang mengocok perut penontonnya.
Singkat cerita, sang anak membuat heboh warga sekampung. Dia berteriak meminta pertolongan warga, “ada serigala, ada serigala, tolong, tolong.. (adz-dzi’bu, adz-dzi’bu, agitsnaa, agitsnaa…)” Warga kampung yang mendegar teriakan itu keluar, dan berlari ke pusat suara sang penggembala tersebut. Ternyata, tidak ada apa-apa, dan sang anak dengan tenangnya tanoa merasa bersalah.
Kali kedua, ia berteriak lagi. Sama saat pertama kali meminta tolong, warga keluar lagi dan hendak memberi pertolongan. Rupanya, dusta belaka. Tibalah pada saat yang tak disangka-sangka, seekor serigala benar-benar datang dan memangsa satu per satu kambing gembalaannya.
Sang anak berteriak sekeras-kerasnya, dramatis, dan benar-benar berteriak meminta pertolongan warga. Namun, warga sudah tidak percaya lagi. Warga kampung abai dan menganggap teriakan tersebut hanya kekonyolan, dusta, atau prank kalau di zaman sekarang ini.
Habislah kambing gembalaan sang penggembala yang suka iseng dengan kebohongan tersebut. Begitulah ilustrasi kebohongan yang pada akhirnya membuahkan malapetaka. Sekali berbohong, maka selanjutnya akan lahir kebohongan baru untuk menutupi kebohongan-kebohongan sebelumnya, hingga seterusnya.
Syekh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri, seorang pengajar tetap di Masjid Nabawi, menulis dalam bukunya berjudul Minhajul Muslim (Konsep Hidup Ideal Muslim), ada lima tanda-tanda kejujuran. Jika kelimanya senantiasa dijaga, insya Allah akan mengantarkan seseorang dalam keselamatan, keberkahan di dunia, dan keselamatan di akhirat kelak. Lima hal tersebut adalah:
1. Bicara Benar
Seorang muslim tidak akan berbicara kecuali hanya membicarakan kebenaran dan kejujuran. Dalam hal bercanda sekali pun, tidak mengumbar kedustaan atau kekonyolan yang tak berdasar. Seorang muslim tak memberitakan kecuali perkara yang benar-benar sesuai dengan kenyataan atau faktanya. Karea bohong dalam berbicara termasuk dalam kemunafikan, dan tanda-tandanya.
Dalam hadits yang sangat masyhur, Rasulullah SAW bersabda: “Tanda-tanda orang munafik ada tiga: bila bicara berdusta, bila berjanji ia mengingkari, dan bila dipercaya dia khianat.” (HR Bukhari no 33, Muslim no 59).
Dari tiga tanda-tanda kemunafikan itu, induknya adalah yang pertama yakni berbohong. Seseorang yang mengingkari janjinya, pada dasarnya ia telah berdusta, dan seseorang yang berkhianat, pada dasarnya juga ia berdsuta.
2. Jujur dalam Bekerja
Seorang Muslim jika ia bekerja sama dengan orang lain, maka ia jujur dalam pekerjaan atau tugas-tugasnya. Tidak menipu, memperdaya, dan berdusta untuk mencapai satu tujuan tertentu. Ingat, bahwa menipu, memperdaya, juga berinduk pada sifat kebohongan. Sementara sifat jujur menjadi induk dari semua pekerjaan yang berintegritas, amanah, dan bertanggung jawab.
3. Jujur dalam Bertekad
Seorang Muslim jika telah berniat mengerjakan sesuatu, ia tak pernah ragu melaksanakannya dan ia melaksanakannya dengan sungguh-sungguh tanpa terpengaruh hal-hal yang bisa membatalkan niat baiknya tersebut. Jujur dalam bertekad adalah menanamkan komitmen dengan sungguh-sungguh bahwa ia mampu dan mau melaksanakannya. Dengan begitu, semua niat baik dan jujur dalam berniat, dicatat satu kebaikan meski belum dilaksanakan.
Sikap jujur dalam bertekad adalah penting agar seseorang muslim tak hanya menjanjikan sebuah pekerjaan atau perbuatan, tetap di dalam hatinya sebenarnya tidak mampu atau dalam keadaan sedang berbohong.
4. Jujur dalan Berjanji
Seorang Muslim, jika berjanji maka dia memenuhi janji tersebut. Menyalahi janji adalah tanda-tanda kemunafikan, sebagaimana disebuitkan di atas. Sebagai pengetahuan tambahan, bahwa setiap janji yang diucapkan atau diutarakan, sebaiknya tetap menyandarkan semuanya kepada Allah SWT, yaitu dengan izin ALlah (bi iznillah), atau jika Allah menghendaki (insya Allah).
Kalimat insya Allah, bukan diucapkan sekadarnya saja, sebagai basa-basi, ya atau tidak. Namun, insya Allah, diucapkan dalam keadaan seseorang memiliki kesanggupan melakukannya, dan bertekad dalam memenuhi janji tersebut. Kalimat ini termasuk dalam kalimat-kalimat tahyyibah (yang baik).
5. Jujur dalam Berpenampilan
Penampilan bagi seorang Muslim bukanlah pencitraan. Jika di balik pencitraan itu ada tujuan untuk meraih sesuatu di atas kedustaan, maka sesugguhnya dia adalah kebohongan. Seorang Muslim tak akan menampakkan penampilan yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Tidak menampilkan sesuatu yang menyelisihi batinnya. Tidak pamer atau tidak memaksakan apa yang bukan miliknya (seolah-olah memiliki sesuatu namun bukan miliknya).
Dalam hal ini, ada orang yang ingin dipandang zuhud, sehingga ia menampakkan apa adamnya tentang dirinya, tetapi sebenarnya karena ia ingin terlihat zuhud. Begitu juga dengan menampakkan diri dengan bauik karena tujuan ingin mendapatkan penilaian, seolah-olah sebagai orang berada, kaya, atau terhormat.
Banyak orang yang mengenakan pakaian, namun pada dasarnya bukan karena apa yang ia sukai, namun apa yang disukai orang lain, karena ingin dipuji. Berpenampilan sesungguhnya adalah jujur pada diri sendiri, tentang kemanfaatan, kepantasan, dan memperindah diri karena Islam menyukai keindahan, kerapihan, dan keteraturan. Wallahu A’lam. (Aza)