Ada kebiasaan di antara umat Islam bahwa yang selalu ditunjuk menjadi imam shalat adalah mereka yang menjadi pengurus masjid atau yang lebih tua antara para mereka yang mendirikan shalat jamaah.
Dalam hal penunjukan imam shalat, khususnya dalam shalat wajib lima waktu, sudah dijelaskan secara terang benderang dalam hadits Nabi SAW. Namun, sebelum kita membahas siapakah yang paling berhak menjadi imam shalat, terlebih dulu kita ketahui apa saja syarat menjadi imam shalat.
Syarat-Syarat Imam
1. Laki-laki
2. Adil
3. Berilmu
Seorang wanita mengimami jamaah laki-laki, tidak sah. Wanita hanya bisa mengimami sesama wanita atau anak-anaknya yang masih kecil di rumah.
Seorang fasik yang telah diketahui kefasikannya juga tidak bisa menjadi imam dalam shalat berjamaah, kecuali dia seorang penguasa yang ditakuti, atau seorang yang bodoh kecuali jamaah yang sama dengannya.
Orang yang Lebih Utama Menjadi Imam
Tidak diragukan lagi, orang yang lebih utama menjadi imam shalat adalah orang yang paling fasih bacaan Al-Qur’annya. Kemudian, secara beurutan, orang yang paling mengerti masalah agama Islam, lalu orang yang paling taqwa, lalu orang yang paling tua usianya.
Orang yang paling tua usianya, namun bacaannya kurang fasih, hendaklah mengalah dari orang yang lebih mudah darinya jika bacaannya lebih fasih. Yakni, fasih dari sisi tajwid dan makharijul huruf (penyebutan huruf-huruf yang betul).
Hal ini berdasarkan pada sabda Rasulullah SAW:
“Hendaklah yang mengimami (shalat) suatu kaum adalah orang yang paling fasih bacaan al-Qurannya. Jika kefasihan bacaan mereka sama, hendaklah orang yang paling mengetahui mengenai Sunnah (ajaran Nabi). Jika pengetahui mereka megenai Sunnah sama, hendaklah orang yang paling dahulu melaksanakan hijrah. Jika pelaksanaan hijrah mereka sama, hendaklah orang yang paling tua usianya.” (HR Muslim no 673)
Sebagai catatan, ketentuan bagi orang yang lebih utama menjadi imam shalat adalah mereka yang dikategorikan pribumi atau penduduk setempat (muqimin). Begitu juga dengan penguasa setempat, keduanya (penguasa dan muqimin) lebih utama menjadi imam dibandingkan yang lainnya (pendatang).
Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah seseorang mengimami (shalat jamaah) pada sisi keluarga (pribumi/ muqimin) atau penguasanya, kecuali atas izinnya.” (Diriwayatkan oleh Said bin Mashur)
Lalu, bagaimana jika yang menjadi imam shalat adalah orang yang kurang utama berdasarkan hadits Nabi di atas? Meski tergolong kurang utama sebagai imam shalat, maka shalatnya tetap sah karena Rasulullah SAW pernah shalat di belakang (menjadi makmum) Abu Bakar dan Abdurrahman bin Auf, padahal Rasulullah SAW lebih utama dari kedua sahabat tersebut. (Aza)