Indoenesiainside.id, Wellington–Selandia Baru menggelar upacara nasional hari Sabtu (13/3) menggelar peringatan gugurnya 51 orang jamaah masjid dalam serangan teroris di dua masjid di kota Christchurch dua tahun lalu. Dalam insiden tersebut, ekstremis kulit putih Australia Brenton Tarrant menembak membabi buta jamaah yang sedang shalat Jumat.
Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, dan Gubernur Jenderal Selandia Baru Dame Patsy Reddy, bergabung dengan sekitar 1.000 orang menghadiri upacara di Christchurch. Aksi tersebut merupakan yang pertama diadakan untuk memperingati peristiwa berdarah tersebut. Upacara resmi serupa yang seharusnya diadakan tahun lalu harus dibatalkan karena pandemi Covid-19.
Dalam sambutannya, kata PM Ardern mengatakan, Selandia Baru memiliki tanggung jawab untuk melindungi komunitas Muslimnya, kutip AFP. Menurutnya, acara tersebut harus menjadi pendorong bagi Selandia Baru untuk menjadi negara yang lebih inklusif, bangga dengan keragaman warganya dan mau membela negaranya.
Dalam upacara di Masjid Al Noor, Imam Gamal Fouda mengatakan korban yang syahid dalam serangan itu akan selalu dikenang. 40 jamaah lainnya juga terluka dalam serangan 15 Maret 2019 di Masjid Al Noor dan di Linwood Islamic Center.
Pada hari Sabtu, perwakilan dari keluarga yang berduka, yang terluka dan masyarakat memberikan sambutan. Temel Atacocugu, yang ditembak sembilan kali di wajah, lengan dan kaki, menyampaikan pernyataan.
Dia mengatakan 15 Maret 2019 adalah hari yang “menandai sejarah dengan noda hitam”. Dia menceritakan bagaimana bisa berhasil melarikan diri dari Masjid Al Noor bersama seorang temannya.
“Perjalanan 200 meter ke ambulans adalah jalur terpanjang dan tersulit yang pernah saya ambil. Saya duduk di tanah di samping ambulan… tubuh saya dipenuhi rasa sakit dan ketakutan. Saya terus memikirkan kedua putra saya, ibu saya, saudara saya, dan semua orang yang saya cintai,” ujarnya dikutip The Guardian, sambil menangis mengingat saat ayah dari Mucaad Ibrahim yang berusia tiga tahun dikabarkan telah gugur.
Kiran Munir, yang suaminya Haroon Mahmood tewas dalam serangan itu, mengatakan kepada orang banyak bahwa dia telah kehilangan cinta dalam hidupnya dan belahan jiwanya. Dia berkata bahwa suaminya adalah ayah yang penyayang dari kedua anak mereka. Dia baru saja menyelesaikan gelar doktor dan menantikan upacara kelulusannya saat terakhir kali dia melihat wajah tersenyumnya. “Sedikit yang saya tahu bahwa lain kali saya akan melihatnya, tubuh dan jiwa tidak akan bersama,” katanya. “Sedikit yang saya tahu bahwa hari tergelap dalam sejarah Selandia Baru telah menyingsing. Hari itu hatiku hancur menjadi seribu potongan, seperti hati 50 keluarga lainnya,” dikutip laman ABC.
Menteri Kesehatan Selandia Baru Andrew Little mengatakan perubahan terbesar yang dilakukan Selandia Baru adalah mengubah negaranya. Dia, juga menekankan pentingnya menghilangkan unsur rasis. Serangan teroris tersebut antara lain mendorong pemerintah Selandia Baru memperketat undang-undang kepemilikan senjata api.
Brenton Tarrant, mengaku bersalah tahun lalu atas 51 dakwaan pembunuhan, 40 dakwaan percobaan pembunuhan, dan satu dakwaan terorisme. Pria berudia 30 tahun itu akhirnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat. (NE)