Dunia dan segala kenikmatannya akan pergi. Sementara kehidupan yang lebih baik dan susungguhnya kekal serta abadi adalah kehidupan di akhirat. Namun, tak sedikit yang terpesona dengan dunia dan melalaikan akhiratnya.
Dunia, tentu baik, tapi ada sisi buruknya. Kebaikannya ada pada kita, begitu juga dengan keburukannya. Dari cara kita berpikir (perspesi tentang dunia), bertindak, dan cara memperlakukannya. Dunialah tempat untuk menanam, sementara akhirat menjadi tempat untuk memanen. Kebaikan yang ditanam, kebaikan pula yang akan dipanen. Keburukan yang ditanam, keburukan pula yang akan datang di hari akhirat nanti.
Kehidupan di akhirat yang lebih baik, bergantung pada kehidupan kita di dunia. Begitu juga sebaliknya. Dunia hanyalah sebagai sarana untuk memersiapkan diri pada kehidupan yang kekal di akhirat. Karenanya, jangan salah dalam memandang dunia.
Dalam Al-Qur’an Surat Al-Mulk Ayat 2:
ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلْمَوْتَ وَٱلْحَيَوٰةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْغَفُورُ
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
Syekh Dr Muhammad Sulaiman Al Asyqar dalam Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir, menyebutkan: “Yakni Allah akan membebani kalian (dengan perintah dan larangan) kemudian menjadikannya ujian, lalu membalas kalian atas apa yang kalian perbuat. Dan tujuan dari ujian ini adalah agar nampak kebaikan orang yang baik dan ketaatan orang yang taat.”
Menurut As-Sa’di: Allah menakdirkan hidup dan mati untuk hamba-hamba-Nya, “supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” Yakni, siapa yang amalannya paling ikhlas dan paling benar.
Allah menciptakan para hamba-Nya dan dimunculkan di alam dunia ini. Mereka diberitahu akan dipindahkan dari alam ini. Allah memberlakukan berbagai perintah dan larangan untuk mereka dan diuji dengan berbagai keinginan hawa nafsu yang memalingkan mereka dari perintah-Nya.
Barangsiapa yang tunduk pada perintah Allah, dan melakukan amalan baik, maka Allah akan memberinya pahala yang baik di dunia dan di akhirat. Namun siapa pun yang condong pada hawa nafsunya dan tidak menghiraukan perintah Allah, maka akan mendapatkan balasan buruk.
Ayat dalam Al-Qur’an tentang kehidupan di dunia banyak sekali. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Hadid: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. (Al-Hadid: 20)
Kemudian, “Dan kehidupan dunia ini tiada lain hanyalah main-main dan senda gurau belaka dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu mau memahaminya? (Al-An’am/6:32)
Ayat di atas menjelaskan secara gamblang bahwa hidup ini hanyalah permainan, suatu yang melalaikan, pehiasan, tempat bermegah-megahan, dan senda gurau belaka. Di ayat lain digambarkan bahwa dunia ini seperti bunga (QS Thaha: 131). Bunga itu memang indah, mempesona, dan wanginya semerbak. Tetapi hakikatnya tidak ada yang abadi. Jika Anda petik, hanya bisa bertahan berapa lama kemudian ia layu?
Maka dalam Surat Thaha ayat 131 juga dijelaskan, bahwa “Karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal”.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya hal yang paling aku khawatirkan terhadap kalian ialah bila Allah membukakan bagi kalian bunga-bunga kehidupan dunia. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan bunga-bunga kehidupan dunia?” Rasulullah Saw. menjawab, “Keberkatan bumi.”
Qatadah mengatakan ini sehubungan dengan makna firman-Nya: “bunga kehidupan dunia” dalam Surat Thaha ayat 131. Yang dimaksud adalah perhiasan kehidupan dunia.
Kehidupan dunia ini juga digambarkan seperti air hujan (QS Surat Al-Kahfi: 45). Artinya kehidupan dunia ini berubah-ubah. Yaitu dari air menjadi uap kemudian hilang diterpa angin.
Perhatikan dan baca baik-baik ayat-ayat berikut ini. Pertama, Qur’an Surat Al-Qhashas ayat 60:
وَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَزِينَتُهَا ۚ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedangkan apa yang di sisi Allah itu lebih baik dan lebih kekal. Maka apakah kamu tidak mau memahaminya?” (Al-Qhashas/28:60)
Kedua, Qur’an Surat Ar-Ra’d ayat 26:
اللَّهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ ۚ وَفَرِحُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مَتَاعٌ
“Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).” (Ar-Ra’d/13:26)
Ketiga, Qur’an Surat At-Taubah ayat 38:
أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الْآخِرَةِ ۚ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ
“Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.” (At-Taubah/9:38)
Keempat, Qur’an Surat Al-A’la ayat 16-17:
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا ﴿١٦﴾ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ
“Tetapi kamu (orang-orang kafir) lebih memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (Al-A’la/87:16-17)
Kelima: Qur’an Surat Ad-Duha ayat 4:
وَلَـلۡاٰخِرَةُ خَيۡرٌ لَّكَ مِنَ الۡاُوۡلٰىؕ
“dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu dari yang permulaan.”
Jelas sekali apa dunia itu dalam Al-Qur’an. Dunia dan segala kenikmatannya ini akan pergi, akan sirna dan akan berakhir dengan cepat. Berbeda dengan segala kenikmatan akhirat yang tidak pernah berakhir selama-lamanya.
Rasulullâh SAW bersabda:
وَاللهِّ مَا الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلاَّ مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ فِي الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ يَرْجِعُ؟
“Demi Allâh! Dunia dibandingkan akhirat hanyalah seperti seseorang dari kalian yang mencelupkan salah satu jemarinya ke laut), maka lihatlah apa yang ada pada jarinya tersebut saat ia keluarkan dari laut!” (HR Muslim)
Rasulullah SAW bersabda:
مَا لِى وَمَا لِلدُّنْيَا مَا أَنَا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Apa peduliku dengan dunia? Tidaklah aku tinggal di dunia melainkan seperti musafir yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu musafir tersebut meninggalkannya.” (HR Tirmidzi)
Dari Sufyan Ats-Tsauri Rahimahullah, mengatakan: “Beramallah untuk duniamu sesuai keadaan tinggalmu di sana. Dan beramallah untuk akhiratmu sesuai kadar kekekalanmu di sana.”
Sementara Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu mengatakan:
ارْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً ، وَارْتَحَلَتِ الآخِرَةُ مُقْبِلَةً ، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُونَ ، فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الآخِرَةِ ، وَلاَ تَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا ، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابَ ، وَغَدًا حِسَابٌ وَلاَ عَمَلَ
“Dunia itu akan pergi menjauh. Sedangkan akhirat akan mendekat. Dunia dan akhirat tesebut memiliki anak (pengikut). Jadilah anak-anak (pengikut) akhirat dan janganlah kalian menjadi anak (pengikut) dunia. Hari ini (di dunia) hanya ada amal, tidak ada hisab. Di akhirat kelak, hanya ada hisab tidak ada amal.”
Tentang dunia ini, Hasan Al Bashri mengatakan:
ابن آدم إنما أنت أيام كلما ذهب يوم ذهب بعضك
“Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanyalah kumpulan hari. Tatkala satu hari itu hilang, maka akan hilang pula sebagian dirimu.” (Hilyatul Awliya’, 2/148, Darul Kutub Al ‘Arobi)
Kemudian, dikatakan dalam sebuah syair:
تَزَوَّدْ مِنَ التَّقْوَى فَإِنَّكَ لاَ تَدْرِي
إِذَا جَنَّ لَيْلٌ هَلْ تَعِيْشُ إِلَى الْفَجْرِ
Berbekallah ketakwaan karena sesungguhnya engkau tidak tahu
Jika malam telah tiba apakah engkau masih bisa hidup hingga pagi hari
وَكَمْ مِنْ صَحِيْحٍ مَاتَ مِنْ غَيْرِ عِلَّةٍ
وَكَمْ مِنْ عَلِيْلٍ عَاشَ حِيْناً مِنَ الدَّهْرِ
Betapa banyak orang yang sehat kemudian meninggal tanpa didahului sakit
Dan betapa banyak orang yang sakit yang masih bisa hidup beberapa lama
فَكَمْ مِنْ فَتًى أَمْسَى وَأَصْبَحَ ضَاحِكًا
وَقَدْ نُسِجَتْ أَكْفَانُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِِي
Betapa banyak pemuda yang tertawa di pagi dan petang hari
Padahal kafan mereka sedang ditenun dalam keadaan mereka tidak sadar
وَكَمْ مِنْ صِغَارٍ يُرْتَجَى طُوْلُ عُمْرِهِمْ
وَقَدْ أُدْخِلَتْ أَجْسَامُهُمْ ظُلْمَةَ الْقَبْرِ
Betapa banyak anak-anak yang diharapkan panjang umur
Padahal tubuh mereka telah dimasukkan dalam kegelapan kuburan
وَكَمْ مِنْ عَرُوْسٍ زَيَّنُوْهَا لِزَوْجِهَا
وَقَدْ قُبِضَتْ أَرْوَاحُهُمْ لَيْلَةَ الْقَدْرِ
Betapa banyak mempelai wanita yang dirias untuk dipersembahkan kepada mempelai lelaki
Padahal ruh mereka telah dicabut tatkala di malam lailatul qadar
Tulisan ini, kita tutup dengan perkataan Abu Bakar Qurtusy. Dia berkata:
Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah ada hamba Allah yang cerdas, mereka meninggalkan dunia karena takut fitnah.
Tatkala mereka memandang tentang hakikat dunia, mereka tahu bahwa dunia bukanlah tempat tinggal yang sesungguhnya.
Mereka jadikan dunia seperti ombak yang siap menenggelamkan manusia, lalu mereka mengambil amal saleh sebagai kapal yang menyelamatkan mereka dari ombak fitnah dunia tersebut. Wallahu a’lam. (Aza)