Indonesiainside.id, Jakarta–Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mengkritisi vonis empat tahun terhadap Habib Rizieq Shihab dalam kasus tes swab di RS UMMI. Menurutnya, vonis yang diberikan kepadanya tidak memenuhi rasa keadilan umum dan harapan tegaknya hukum berkeadilan.
“Terpenuhinya rasa keadilan itu juga menjadi ciri daripada negara hukum yang sudah dipaterikan dalam UUDN RI 1945 psl 1 ayat 3, yang salahsatu cirinya adalah kesetaraan di depan hukum (equality before the law) sebagaimana juga ditegaskan dalam pasal 27 ayat 1 UUD NRI 1945,” katanya dalam pernyataanya hari Jumat (25/6). “Maka wajar sekali apabila Habib Rizieq Shihab menolak dan menyatakan banding atas vonis hakim itu, karena khalayak awam hukum pun sudah bisa menilai sendiri adanya ketidakadilan dalam vonis tersebut dan ketidaksesuaiannya dengan fakta di lapangan soal “kebohongan” dan fakta tidak terjadinya keonaran akibat pernyataan HRS,” ujarnya.
HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid mengatakan pertimbangan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) bahwa Habib Rizieq terbukti berbohong atas tes swab antigen yang dilakukannya sehingga menimbulkan keonaran tidaklah sesuai fakat. “Saksi ahli dibawah sumpah menyatakan bahwa pernyataan HRS bukan kebohongan. Dan berbeda dengan vonis Hakim, ternyata tidak pernah terbukti bahwa setelah dipublikasikannya pernyataan HRS kemudian terjadinya keonaran di masyarakat. Terjadinya “keonaran” di masyarakat justru akibat pernyataan dakwaan/tuduhan Jaksa kepada HRS yang mempersoalkan “imam besar” nya, ” demikian ujarnya.
HNW menilai, bahwa dengan logika vonis hakim soal kebohongan publik terkait Covid-19 yang katanya menimbulkan keonaran, maka setelah preseden vonis terhadap HRS itu, pengadilan di Indonesia seharusnya juga memberikan sanksi hukum kepada beberapa menteri yang di awal masa pandemi Covid-19 malah secara demonstratif menyampaikan ke publik informasi-informasi yang tidak sesuai dengan kebenaran/fakta.
HNW menyebutkan ada pejabat yang menyebut Covid-19 tak akan masuk ke Indonesia karena birokrasi dan iklim tropisnya. Ada juga yang pernah menyebut virus Covid-19 akan mati sendiri karenanya tak perlu masker. Bahka ada yang bilang tidak akan kena Covid karena biasa makan nasi kucing, juga ada yang mempromosikan kalung anti Covid-19 dll.
Menurutnya, pernyataan publik para pejabat dan menteri itu tidak sesuai fakta dan menyepelekan soal Covid-19, sehingga penanganan atasi Covid-19 tidak serius dan terprogram sejak awal. “Ini justru yang mengakibatkan keonaran menasional, yang menimbulkan banyak korban; jiwa, ekonomi dan sosial politik juga. Lalu, mengapa mereka tidak terkena sanksi hukum? Apalagi sampai ditahan dan dimajukan ke meja hijau?”tambahnya.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga menilai beberapa kejanggalan dalam vonis hakim tersebut, di antaranya adalah opsi yang diberikan oleh majelis kepada Habib Rizieq untuk meminta pengampunan atau grasi kepada Presiden Joko Widodo. Ia mengatakan bahwa opsi yang diberikan ini, walau memang diatur dalam KUHP dan ada kewenangan presiden memberikan grasi, tapi itu baru bisa bila tersangka menerima vonis hakim. Karenanya penyebutan alternatif “pengampunan/grasi” itu menjadi sangat tidak lazim, karena HRS tegas menolak vonis hakim, dan masih ada berbagai upaya hukum yang tersedia, seperti banding yang akan ditempuh olh HRS.
“Ini kok majelis memberi opsi pengampunan, seakan HRS sudah menerima dan menjadi persoalan pribadi dengan Presiden Jokowi, “ katanya. “Padahal, dengan adanya pernyataan banding, Putusan PN Jakarta Timur ini belum memperoleh kekuatan hukum tetap. Alternatif pengampunan/grasi belum bisa dimajukan/diberikan. Masih tersedia upaya hukum biasa, seperti banding dan kemudian kasasi. Atau di akhir upaya hukum luar biasa, seperti peninjauan kembali. Opsi hakim tersebut sangat tidak lazim,” ujarnya lagi.
Oleh karenanya, HNW mendukung upaya Habib Rizieq untuk mencari keadilan melalui pengadilan tinggi melalui permohonan banding. Hal ini perlu dilakukan agar menghadirkan vonis majelis hakim yang benar-benar adil dan professional.
“Sudah sangat wajar dan benar apabila upaya banding yang ditempuh. Ini juga untuk menunjukkan kepada masyarakat baik aparat maupun rakyat; bahwa Habib Rizieq selalu mentaati prosedur hukum yang berlaku di Indonesia,” ujarnya.
HNW berharap “di pengadilan tinggi nanti, majelis banding yang akan mengadili perkara ini betul-betul independen, dapat bertindak objektif, adil dan proporsional. Agar dengan demikian kembalilah kepercayaan rakyat, dan tidak menimbulkan keonaran dan kerumunan, apalagi saat Covid-19 yang makin membahayakan. (NE)