Hadits Arbain An-Nawawiyah (الأربعون النووية) menukil hadits dari Rasulullah SAW soal wasiat beliau kepada ummat Islam. Di antara inti hadits tersebut memerintahkan agar ummat Islam berpegang teguh pada Sunnah Nabi SAW, menjauhi perkara perselsihan dan bid’ah, serta wajibnya menaati pemimpin.
Wasiat Nabi SAW lainnya yang tak kalah pentingnya adalah bertakwa kepada Allah SWT. Pesan taqwa adalah bagian utama dalam wasiat tersebut. Beliau juga mengabarkan bahwa di sepeninggalan Nabi, akan terjadi banyak perbedaan di antara ummat ini. Inilah yang terjadi pada hari ini di mana perbedaan seolah tak pernah habis antara satu dengan yang lain.
Karena itu, pesan taqwa, mengikuti Sunnah Nabi, menjauhi perkara bid’ah dan taat pada pemimpin meskipun ia seorang budak, menjadi relevan agar tidak terjadi perbadaan tajam di antara ummat Islam. Berpegang pada Sunnah Nabi SAW bukanlah perkara mudah karena tidak sedikit pengolok dan penentangnya.
Kerasnya perbedaan yang akan muncul, maka Rasulullah SAW menekankan bahwa “Gigitlah sunnah itu dengan geraham-geraham kalian.” Rasulullah SAW seolah sudah tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari, bahkan kejadian pada zaman ini. Berpegang pada sunnah juga diibaratkan bagai memegang bara api.
Dalam Syarah Kitab Al-Arbain Karya Imam An-Nawawi, hadits ke-28 ini diriwayatkan oleh Abu Najih Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu ‘Anhu yang juga diriwayatkan oleh Tirmidzi.
عَنْ أَبِي نَجِيْحٍ العِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ قاَلَ : وَعَظَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ مَوْعِظًةً وَجِلَتْ مِنْهَا القُلُوْبُ وَذَرَفَتْ مِنْهَا العُيُوْنُ فَقُلْنَا : يَا رَسُوْلَ اللهِ كَأَنَّهَا مَوْعِظَةً مُوَدِّعٍ فَأَوْصِنَا قَالَ أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَي اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ المَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيُّ وَقَالَ : حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ
Dari Abu Najih Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan nasihat kepada kami dengan nasihat yang karenanya hati kami bergetar dan air mata mengalir, maka kami mengatakan: ‘Ya Rasulullah, seolah-olah ini adalah pesan dari orang yang akan berpisah, maka berikanlah kami wasiat!’
Maka kemudian beliau SAW bersabda: ‘Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, dan patuh serta taat (kepada pemimpin) meskipun yang memimpin kalian adalah seorang budak. Dan sungguh orang yang hidup di antara kalian sepeninggalku, dia akan mendapat perbedaan yang banyak. Maka ikutilah sunnahku dan sunnah para khulafaur rasyidin yang mendapatkan petunjuk setelahku. Gigitlah sunnah itu dengan geraham-geraham kalian, dan hindarilah oleh kalian perkara-perkara yang baru dalam agama, karena setiap bid’ah adalah kesesatan.’” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, At-Tirmidzi mengatakan ini adalah hadits yang hasan shahih)
Imam An-Nawawi mengatakan, “fa-alaikum bisunnatii” pada hadits di atas bermakna “Berpeganglah pada sunnahku”. Artinya, ketika berbagai urusan diperselisihkan, tetaplah pada sunnah Rasulullah SAW.
Kemudian kalimat “Gigitlah sunnah itu dengan geraham-geraham kalian” artinya, berpegang kuat dan tidak mengikuti pendapat-pendapat para pengikut hawa nafsu dan bid’ah. Menggigit sunnah artinya berpegang dengannya, jangan sampai lepas. Adapun sunnah para khulafaur rasyidin yang dimaksudkan adalah empat khalifah yakni Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Karena itu, meninggalkan salah satu dari keempatnya adalah kekeliruan yang sangat besar.
Imam Ibnu Daqiq mengatakan, sabda Nabi SAW “Dan sungguh orang yang hidup di antara kalian sepeninggalku, dia akan mendapat perbedaan yang banyak”, artinya beliau sudah mengetahui apa yang akan terjadi secara terperinci, namun beliau tidak menjelaskan secara gamblang kepada semua orang. Beliau SAW hanya menyampaikan sebagai peringatan dan kewaspadaan secara umum. Menurut Ibnu Daqiq, secara terperinci disampaikan kepada Abu Hidzaifah dan Abu Hurairah.
Adapun makna “fa-alaikum bisunnatii” adalah berpegang pada sunnah sebagai jalan yang lurus dan terang sesuai sunnatullah.
Di antara faidah dari hadits ini adalah:
- Antusiasme Nabu SAW untuk menasihati para sahabatnya, di mana beliau memberikan nasihat yang berkesan serta membuat hati gemetar dan mata menangis.
- Wasiat taqwa sudah disampaikan mulai dari Rasulullah SAW kepada para sahabatnya dan sampai pada ummat dan pengikut Rasulullah SAW hingga hari ini.
- Tiadalah wasiat yang lebih utama dan lebih sempurna dibandingkan dengan wasiat supaya bertaqwa kepada Allah Ta’ala, sebagaimana firman-Nya:
وَلَقَدْ وَصَّيْنَا ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ مِن قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ وَإِن تَكْفُرُوا۟ فَإِنَّ لِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ غَنِيًّا حَمِيدًا
“dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah. Tetapi jika kamu kafir maka (ketahuilah), sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji.” (QS An-Nisa: 131)
- Wasiat taat kepada pemimpin telah diperintahkan dalam al-Qur’an bahwa orang-orang beriman harus taat kepada Allah, Rasul-Nya, dan serta ulil amri atau pemimpin (QS An-Nisa: 59). Namun, perintah taat kepada pemimpin adalah ketaatan dalam kebaikan, bukan kemaksiatan atau keburukan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Ketaatan itu hanyalah dalam kebajikan”. Jadi ketaatan kepada pemimpin adalah perintah taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
- Hadits ini menunjukkan tentang sunnahnya memberikan wasiat saat berpisah karena di dalamnya terdapat kebaikan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
- Larangan untuk melakukan hal yang baru dalam agama (bid’ah) yang tidak memiliki landasan dalam agama. (Aza)