Video santri yang menutup telinga saat mendengarkan musik viral. Video tersebut diunggah di Youtube lalu menyebar dan ditanggapi dengan berbagai komentar.
Seperti petir di siang bolong. Aksi spontan para santri yang antre untuk vaksinasi Covid-19 itu menyambar para pemusik dan penggemar musik. Sebagian dari mereka tersindir karena musik diusik. Bahkan ada yang menuduh aksi itu dengan berlebihan, misalnya radikal dan sejenisnya.
Nah, sebenarnya apa dasar menutup telinga saat mendengar musik? Masalah ini bukan baru terjadi, namun kurangnya pemahaman sebagian ummat Islam terkait dengan hadits-hadits tentang musik. Dalam masalah seperti ini, perbedaan pendapat adalah wajar, dan begitulah khazanah keilmuan dalam Islam yang sangat luas. Dalam satu masalah, tidak mungkin disikapi seragam atau hanya berdasar pada satu dua pendapat.
Dalam hukum Islam, musik sudah lama diperdebatkan soal boleh dan tidaknya. Karena itu, tak pantaslah kemudian seseorang memaksakan pendapatnya agar diterima atau harus disetujui bersama.
Dalam aliran musik bagi para penggemar dan musisi sendiri belum tentu sama semua. Misalnya, penyuka musik dangdut belum tentu suka dengan musik rock, atau sebaliknya.
Namun, kenapa video santri yang menutup telinga membuat kehebohan seolah semua orang harus menyukai musik? Lalu kekisruhan ini dimanfaatkan orang yang tidak senang atau tak mengerti hukum-hukum dalam Islam.
Padahal, jauh sebelumnya, jika saja mereka menemukan atau mau membaca hadits-hadits Nabi tentang musik, tentu tak seheboh ini. Atau di antara mereka, misalnya, jalan-jalan ke pondok pesantren tahfizh Qur’an, fenomena menolak musik itu biasa.
Terlebih lagi, santri memang dilarang mendengarkan musik. Sama halnya, mereka dilarang menonton televisi, main game, merokok, dan lainnya.
Soal menutup telinga saat mendengarkan musik, hadits di bawah ini sangat jelas, sebagai berikut:
Nafi Maula ibnu Umar berkata:
سمعَ ابنُ عُمرَ مِزمارًا فوضعَ أصبُعَيْهِ في أذُنَيْهِ، وَنَأَى عَن الطَّريقِ وقالَ لي: يا نافعُ هل تسمَعُ شَيئًا ؟ قلتُ: لا، فرَفعَ أصبُعَيْهِ مِن أذُنَيْهِ وقالَ: كُنتُ معَ النَّبيِّ – صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ – وسمعَ مثلَ هذا وصنعَ مِثلَ هذا
Ibnu Umar mendengar suara seruling lalu ia meletakkan dua telunjuknya di telinganya dan menjauh dari jalan. Ia berkata kepadaku, “Hai Nafi apakah kamu masih mendengarnya?” Aku berkata, “Tidak.” Maka ia melepas jarinya dari telinganya dan berkata, “Dahulu aku bersama Nabi SAW dan beliau mendengar sama dengan yang aku dengar dan beliau melakukan seperti apa yang aku lakukan.” (HR Abu Dawud no 4924)
Rasulullah SAW juga pernah bersabda:
ليكونن من أمتي أقوام يستحلون الحر والحرير والخمر والمعازف
”Sungguh akan ada sebagian dari umatku yang menghalalkan zina, sutera, minuman keras, dan alat-alat musik.” (HR. Bukhari, no. 5590)
Dan juga dalam hadis lain, secara terang-terangan Rasulullah SAW menjelaskan tentang musik. Beliau bersabda:
إني لم أنه عن البكاء ولكني نهيت عن صوتين أحمقين فاجرين : صوت عند نغمة لهو ولعب ومزامير الشيطان وصوت عند مصيبة لطم وجوه وشق جيوب ورنة شيطان
“Aku tidak melarang kalian menangis. Namun, yang aku larang adalah dua suara yang bodoh dan maksiat; suara di saat nyanyian hiburan/kesenangan, permainan dan lagu-lagu setan, serta suara ketika terjadi musibah, menampar wajah, merobek baju, dan jeritan setan.” (HR. Hakim 4/40, Baihaqi 4/69)
Dengan demikian, salahkan jika hari ini ada santri, atau ummat Islam secara umum, menutup telinga saat mendengarkan musik? Wallahu a’lam. (Aza)