Dalam Islam, shalat menempati posisi yang sangat fundamental. Dalam ungkapan hadits misalnya, ia disebut sebagai tiang agama. Orang yang menegakkannya, dianggap telah menegakkan agama. Sebaliknya, yang abai dengannya dihitung sebagai peroboh atau penghancur agama.
Ini tak berlebihan karena untuk mewajibkannya saja, kalau dilihat dari sejarah pensyariatannya, Allah Ta’ala tetapkan pada momentum mikraj Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Tak hanya itu, meminjam bahasa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, shalat juga sebagai neraca atau ukuran baik tidaknya hamba saat di akhirat, karena itulah pertama kali amalan yang akan dihisab di akhirat adalah masalah shalat.
Nabi Muhammad sendiri menjadikan shalat sebagai penenang hati atau pelipur lara. Buktinya, setiap kali menghadapi situasi yang pelik, maka beliau menunaikan shalat. Pernah juga beliau berkata kepada Bilal, “Buatlah diriku rileks wahai Bilal dengan shalat.”
Oleh karena shalat adalah amal yang sangat fundamental, maka dalam al-Qur’an maupun Sunnah, ada ancaman keras bagi yang melalaikan bahkan meninggalkannya. Dalam Surah Al-Muddatsir ayat 42-43, salah satu sebab orang dimasukkan neraka Saqar adalah karena dia bukan bagian dari orang yang menunaikan shalat.
Lebih jauh dari itu, Nabi pernah bersabda bahwa batas antara hamba dengan kekufuran adalah shalat. Meski terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai makna kafir di sini, yang bisa membuat murtad atau tidak, tapi yang jelas kata-kata tersebut merupakan ancaman serius bagi yang meninggalkan shalat.
Imam Adz-Dzahabi dalam buku “al-Kaba`ir” meletakaan yang meninggalkan shalat sebagai dosa besar yang keempat. Di situ diungkap bahwa jika menurut surah Maryam 59, orang yang menyia-nyiakan shalat dengan melalaikan hingga mengakhirkannya tanpa ada alasan yang dibenarkan syariat saja akan mendapat kesesatan, lantas bagaimana dengan orang meninggalkan shalat? Meminjam bahasa al-Qur`an, mereka akan mendapa “Wail” (kecelakaan), yang salah satu maknanya adalah suatu lembah di neraka jahannam.
Dalam buku “al-Khaufu min Suu’il-Khatimah”, Syekh Mahmud Al-Mashri bahkan mengemukakan fakta sejarah yang menunjukkan bahwa ancaman bahkan siksaan bagi orang yang meninggalkan shalat pun, tidak harus menungguh di akhirat, bahkan ketika di kubur pun, ada yang sudah merasakannya.
Saat seorang Syekh dari Kuwait duduk di masjid hendak menunggu pelaksanaan shalat Jum’at, tiba-tiba beliau dipanggil seseorang. Di luar ada kejadian cukup serius. Ada pemuda yang kecelakaan lalu lintas. Anehnya, setiap kali kubur digali, selalu muncul ular besar. Bahkan, saat syekh berusaha mengusirnya pun, tidak ada efeknya.
Sampai-sampai, syekh itu berkata, “Meskipun digali sampai tiga kali dan seterusnya, maka ular besar itu tetap akan muncul.” Ternyata benar, semua upaya jadi sia-sia.
Orang yang berusaha menguburkannya pun dibuat takut oleh ular sehingga lari tunggang langgang. Jenazah pemuda itu, dililit oleh ular besar yang sedari tadi hendak diusir.
Menurut kesaksian orang yang melihatnya pada waktu itu, “Aku sendiri mendengar remuknya tulang-tulangnya sebagaimana tulang-tulang yang patah ketika terjadi kecelakaan.”
Akhirnya, dengan terpaksa, jenazah pemuda itu ditimbun bersama ular. Setelah ia dimakamkan, sang syekh dan muridnya mencoba menemui keluarganya, dan menanyakan bagaimana keaadaan pemuda itu ketika masih hidup.
Tidak ada yang aneh. Selama hidup, dia memiliki perangai baik dan patuh pada orang tuah. Hanya saja, ini yang sangat signifikan, kata sang ayah, “Ia tidak mengerjakan shalat.” Lihat, betapa baik dan karakter bagus saja tidak cukup untuk selamat dari siksa, seolah tanpa shalat kebaikan hanya akan sia-sia belaka.
Terlepas dari benar atau tidaknya kisah itu, yang jelas, meninggalkan shalat bagi muslim adalah dosa besar. Orang cerdas, tidak akan ketinggalan momentum untuk segera memperbaiki shalatnya. Kesadarannya tidak menunggu azab tiba; keinsyafannya tak menanti siksa menimpa. Pribahasa Indonesia mengatakan, “Nasi sudah menjadi bubur.” Tiada guna penyesalan, karena sudah terlanjur dan tak bisa diperbaiki lagi. Semoga kita bukan menjadi bagian orang yang meninggalkan shalat. (Aza)